Rabu, 06 Juli 2011

midget, naval version IM-X1

MENCOBA MENGENAL MIDGET / BABY SUBMARINE

Oleh: Kolonel Ir.R. Dradjat Budiyanto, XIII

1. PENDAHULUAN

1.1 Midget , disaat saat awal Perang Dunia ke II , dan bagaimana akhir akhir ini.

Serangan Balatentara Dai Nippon ke pangkalan Angkatan Laut Ameri ka di Teluk Mutiara / Pearl Harbour pada sekitar bulan Desember tahun 1942 yang lalu , selama ini dikenal orang dengan didahului oleh serangan pesawat terbang tempur Penerbangan Angkatan Laut keKaisaran Jepang , sebagai mana kita saksikan dalam film film yang berthema dokumentasi tentang peristiwa tersebut , antara lain “Pearl Harbour” dan ‘’ Tora , Tora , Tora ‘’. Pertempuran yang mengawali Perang Pasifik tersebut dimulai dengan kata sandi ‘’ Dakilah gunung Niikitawa ‘’. Akan tetapi , sebenarnya , beberapa jam sebelum hal tersebut terjadi , dua buah midget / baby submarine Angkat an Laut Jepang [ dibawah Letnan Sakamaki dan Letnan Akira Hirowo, yang diluncurkan dari kapal selam I-24 dibawah Kolonel Hanabura , “Geschichte des U-Boot Krieges 1939-1945”, Leonce Peillard, Heyne Bucher, 1991 ] telah berusaha mendahului membuka operasi tersebut , dengan menerobos masuk melewati jaring pertahanan anti kapal selam secara mengikuti diam-diam suatu Destroyer Angkatan Laut Amerika yang masuk ke pelabuhan , dari jarak yang amat dekat sekali ! Tidak terlalu banyak orang yang tahu tentang hal ini , kecuali mereka yang benar benar menyimak semua peranan midget didalam peperangan , yaitu mereka yang benar-benar menyadari , betapa potensi alnya wahana perang mini yang satu ini didalam melakukan tugas khusus yang istimewa .

Dimasa akhir akhir inipun , rasanya kita belum lupa , bagaimana sebuah mid get Korea Utara yang mendaratkan sekitar 22 orang pasukan komando , telah membuat pihak lawan mereka , dalam hal ini Korea Selatan , harus mengerahkan sekitar 40.000 ( empat puluh ribu ) personil militer , untuk mengejar ke 22 orang komando tersebut . Dari sini rasanya kita tidak perlu lagi meragukan , apa yang sebenarnya dapat dilaksanakan oleh kapal kecil yang beratnya tidak sampai 100 ( seratus ) ton , panjangnya hanya sekitar 25 ( dua puluh lima meter ) , tetapi , apa yang dilakukannya terpaksa membuat lawan bertindak dengan suatu kekuatan yang perbandingannya hampir setara dengan satu banding dua ribu ( periksa 22 orang komando Korea Utara yang terpaksa harus dihadapi dengan pengerahan kekuatan sebesar 40.000 orang personil militer Korea Selatan ) , suatu taruhan yang tidak akan pernah ada duanya didunia ini , bahkan tidak tertandingi oleh ta ruhan dalam pertandingan tinju kelas berat dunia yang menampilkan Mike Tysson sekalipun .

1.2. Midget , kapalselam ‘’mini’’ yang berharga relative amat ‘’murah ‘’ te tapi , memiliki nilai operasionil yang amat ‘’tinggi ‘’.

Pada saat ini , Angkatan Laut negara sahabat kita , Pakistan , sedang membu at midget dengan ukuran bobot sekitar 115 ton , panjang sekitar 25 meter , dari tipe SX 756, dibuat dengan biaya sekitar US $ 7000.000.- (tujuh juta dolar) saja ( catatan saat kunjungan kerja ke Pakistan Navy, dengan SPRIN KASAL No.SPRIN/492/VI/1996 tanggal 5 Juni 1996, penugasan ke untuk melaksanakan studi banding, dengan tugas khusus bagi urut no.2 mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang kapalselam dan midget”) yang dibuat dengan lisensi dari galangan Cosmos ( Construzioni Motoscafi Sottomarini) Livorno, Italia. Jauh hari sebelumnya, sejak tahun 1955 Angkatan Laut Pakistan telah mengoperasikan enam midget tipe SX 506, dengan data teknis yang tidak jauh berbeda dengan midget tipe SX 756 yang kini mereka bangun sendiri.

Apabila biaya ini dibandingkan dengan kapal perang jenis apapun , pastilah biaya pembuatan midget akan menempati urutan yang tertinggi dalam peringkat rendahnya biaya pengadaan .! Pembuatan sebuah kapal cepat patroli / FPB misalnya adalah sekitar US $.25.000.000.- (duapuluhlima juta dolar), sedangkan pembuatan sebuah kapalselam baru yang setara dengan KS type U-209 klas 1600 ton , akan memakan biaya sekitar US $ 600.000.000.- ( enam ratus juta US dolar ) , suatu harga yang apabila dipergunakan untuk membuat midget , akan mengha silkan hampir seratus buah midget !

Akan tetapi pada sisi pandang dari sebaliknya , nilai suatu midget bagi musuh adalah amat tinggi. Pada titik 1.1 misalnya , telah dijelaskan , betapa nilai seorang komando yang didrop dari suatu midget setara dengan hampir 2000 personil militer pihak lawan . Dalam Perang Dunia ke II yang baru lalu , kapal perang pihak Inggris yang berlabuh dipelabuhan Allexandria telah men jadi bulan-bulanan sasaran sabotage dari para komando manusia katak / frog man dari satuan khusus Angkatan Laut Italia ,yang ditransfer ketempat tersebut dengan midget . Bahkan , konon khabarnya , komando pasukan katak tersebut berhasil membuat markas disalah satu kapal tua yang telah dispose dan masih dibiarkan bersandar dipelabuhan tersebut. Pada saat yang sama , dimandala perang Pasifik , pihak Angkatan Laut Amerika pun kewalahan menghadapi satuan khusus Angkatan Laut Jepang : dari udara mereka menebarkan bencana melalui pesawat terbang “Kamikaze” , sedang dari bawah air mereka mengirimkan kehancuran dengan torpedo berjiwa , Kaiten , yang di gendong dipunggung midget type S mereka.

Rasanya , belum pernah ada peralatan yang mempunyai nilai perban dingan biaya pembuatan terhadap hasil kerja yang setinggi midget , khususnya dalam pengadaan peralatan militer , dimana yang dikejar biasanya adalah efektifitas dan tingginya kill probability , akan tetapi, terkadang sedikit agak melupakan nilai efisiensi serta cost effectiveness ratio! Sekarang ,dalam masa managemen modern , dimana efisiensi penggunaan dana senantiasa dipertanyakan berulang kali , rasanya kita sudah harus mulai berpikir untuk membuat wahana perang dengan managemen kwantitatif: cost effectiveness ratio harus mendapat perhatian yang lebih besar porsinya!

Apalagi bila harus kita kaitkan dengan tersedianya awak kapal yang meme nuhi persyaratan untuk jadi crew kapalselam , yang senantiasa amat terbatas: awak midget hanya sebelas orang, terdiri dari 7 orang awak pelaut plus 4 orang komando , awak KS type U-206 / 450 : 22 orang , sedang awak KS type U-209 / 1300 : 37 orang, dan awak Whiskey class kita yang lalu: 67 orang, sedangkan awak Kilo class yang akan datang: 53 orang! Catatan: U-206 dan U-209 adalah kapalselam ex Jerman, sedangkan Whiskey serta Kilo class adalah ex Rusia.

1.3. Maksud dan tujuan penulisan.

Maksud penulisan makalah: tulisan ini dibuat dalam rangka perencana an membangun midget, kapalselam mini, wahana bawah air yang berada dalam wilayah bidang teknik ilmu bangunan kapal, khususnya kapal bawah air (submersible), yang secara keseluruhannya akan dibangun dan mengguna kan (sebanyak mungkin) teknologi Dalam Negeri.

Tujuan penulisan adalah untuk membangkitkan semangat serta menggugah rasa percaya diri sendiri, bahwa kita sebenarnya mampu membangun sendiri alut sista bagi Departemen Pertahanan, dengan memanfaatkan potensi Inprojasmar (Industri dan Produksi Jasa Marirtim) di Dalam Negeri. . Sekaligus, konsep midget ini juga berusaha memberdayakan secara riil, Kepres no.80/2003 tentang pemberdayaan Industri Strategis di Dalam Negeri, guna melepaskan diri dari ketergantungan pengadaan senjata terhadap Luar Negeri, khusunya alutsista Angkatan Laut..

Midget bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan sekedar merupakan sararan antara, tujuan akhirnya adalah justru peningkatan total kemampuan Inpro jasmar Dalam Negeri, dalam rangka menghadapi persaingan total diera globalisa si!

1.4.Ruang lingkup penulisan.

Ruang lingkup penulisan invensi “midget” ini meliputi pengenalan midget, masalah masalah yang mendasari perlunya kita membangun midget, teknologi pendahulu yang mendukung pembangunan midget, medan juang dan pola operasi yang sesuai bagi midget, upaya memperoleh data yang dibutuhkan dalam pembangunan midget dengan melalui analisa banding, dan keuntungan baik yang tangible maupun yang entangible dalam pembangunan midget.

1.5. Metoda dan cara pendekatan

Metoda pendekatan (approach) yang dilaksanakan dalam penulisan “midget” ini adalah metode analisa kwalitatif, yang didasari dengan data data quasi experimental yang diperoleh langsung dari lapangan, bukan dari sumber statistic maupun penelitian dasar, sedangkan cara penulisannya dilaksanakan dalam bentuk System Theory yang memanfaatkan permodelan ORSA (Operation Research & System Analysis).

1.6. Praanggapan.

Guna menunjang proses pengambilan keputusan, dalam penulisan ini dipergunakan beberapa pra-anggapan:

· Hingga saat tulisan ini direlease (dimuat di “Jalesveva Jayamahe”, ma jalah resmi Dislitbangal edisi Desember 2003, dipaparkan didepan forum Perwira Staff MABES TNI.AL di Ruang Rapat Dislitbangal pada tanggal 15 February 2006), di Republik Indonesia ini belum pernah ada konseptor yang menerbitkan konsep pembangunan midget, (kapal selam mini), apa la- gi kapal selam konvensionil dalam ukuran yang sebenarnya.

· Beberapa galangan kapal nasional di Indonesia, antara lain PT. Caputra di Cilegon, dipandang telah mampu menunjang pembanggunan midget diDalam Negeri, tanpa harus melaksanakan mark up terhadap investasinya.

· Kita tidak menginginkan peningkatan penguasaan taktik dan terutama teknologi peperangan bawah air yang naik turun seperti kurva gigi gergaji (sawtooth curve), yang kita inginkan adalah peningkatan setara dengan garis lurus miring dengan tangensial konstan.

· Dalam era managemen modern saat ini, bahkan pembangunan peralatan tempur utama system senjata pertahananpun, haruslah memenuhi suatu crite ria cost effectiveness ratio yang setinggi mungkin yang dapat dicapai.

· Para pejabat penentu, pengambil keputusan (decision maker) dalam projek midget ini, merupakan kelompok orang orang abdi Negara yang idealis, yang memiliki visi maritime yang kuat, dan amat ingin meningkatkan potensi Inprojasmar Dalam Negeri hingga seoptimal mungkin, dalam rang ka menghadapi persaingan total dalam era globalisasi.

· Para pejabat penentu, pengambil keputusan (decision maker) dalam projek midget ini, merupakan kelompok orang orang abdi Negara yang idealis, yang memiliki visi maritime yang kuat, dan sama sekali bukan (serta tidak akan pernah) termasuk dalam kelompok orang yang memperoleh julukan; “pinter agawe kricikan dadi grojogan”.

1.7. Pengertian pengertian.

Dalam penulisan ini dipergunakan beberapa pengertian khusus, dalam kaitannya dengan konteks tulisan, antara lain:

· Praanggapan: praanggapan adalah suatu situasi, dimana bila hal yang dipra anggapkan ternyata tidak benar, maka tulisan konsep ini gagal sebelum di laksanakan.

· Kapalselam: suatu wahana bawah air (yang kebanyakan) didesign khusus untuk dipergunakan dalam keperluan militer.

· Midget: suatu substitusi sepenuhnya dari kapalselam, dapat melakukan keseluruhan tugas yang biasa dibeban kepada kapalselam, hanya berbeda dalam segi kwantitas kemampuan.

· SUVT (Special designed Underwater Vehicle for Touring): sejenis midget, hanya penggunaannya lebih dikhususkan kearah bisnis, untuk keperluan wi sata bawah air. Dilengkapi dengan jendela observasi acrylic yang tahan tekanan.

· “Operation Research and System Analysis”: suatu ilmu yang memper gunakan permodelan matematis dalam usaha pencapaian tujuan yang seoptimal mungkin, dengan menggunakan modal dasar yang tersedia, tanpa harus mengalami penurunan kwalitas sasaran yang akan dicapai.

· Cost effectiveness ratio (CER): suatu nilai perbandingan antara pencapaian tujuan terhadap biaya yang dikeluarkan untuk pencapaian tujuan tersebut. Makin tinggi nilai CER, makin baik projek tersebut. Biasanya, dalam pembangunan alutsistahan, nilai CER ini agak diabaikan .

· Inprojasmar ( Industri dan produksi jasa maritime): suatu rangkaian kegiat- an yang amat erat berkaitan dengan pemanfaatan teknologi, dalam kerja dan pencapaian hasil usaha, dibidang maritim.

· Milspec (Military Specification): persyaratan spesifikasi teknis yang dituntut oleh managemen militer NATO. Catatan: persyaratannya jauh lebih tinggi dari sekedar Techspec.

· Techspec (Technical Specification): persyaratan spesifikasi teknis yang dituntut oleh managemen teknis pada umunya.

· Hostile waters: daerah perairan yang tidak bersahabat, walau belum dalam tingkat bermusuhan dalam perang. Didaerah semacam ini akan terjadi banyak masalah yang bisa menimbulkan sengketa.

1.8. Sistematika / Tata urut penulisan.

Konsep “midget” ini ditulis dalam tata urut penulisan sebagai berikut:

1. Judul Pokok “Midget / baby submarine”, suatu wahana bawah air yang berada dalam lingkup disiplin ilmu bangunan kapal, lebih khu susnya lagi: bangunan kapal bawah air (submersible).

2. “Pendahuluan”, memperkenalkan potensi midget, dimasa Perang Dunia kedua maupun masa kini dekat, menerangkan tentang maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode dan cara pendekatan, praanggapan, pengertian serta tata urut/sistematika penulisan.

3. “Pengenalan masalah”, sebagai suatu usaha untuk memperkenalkan dasar pemikiran yang melatar belakangi usaha pembangu nan midget, terutama dari sisi taktis, tradisi, situasi medan juang bawah air dan kondisi pendanaan bagi alutsistahan dalam lingkungan Negara Ber kembang .

4. “Diskusi optimasi”, yang merupakan uraian teknologi pendahu lu yang pernah dikenal, sebagai latar belakang teknis invensi, yang akan dibandingkan dengan konsep teknologi terapan baru, dengan segala kelebihannya, yang akan dipergunakan untuk menunjang pembangu nan midget. Kemungkinan memanfaatkan program computer terapan, bengkel dan workshop digalangan kapal nasional, pakar dan industri dari berbagai bidang, pengujian dengan model proporsionil.

5. “Analisa banding melalui simulasi model”, menerangkan tentang usaha memperoleh peralatan pembangkit tenaga yang diperlukan gu na menenagai midget, lengkap dengan sarana pendukungnya, dengan tidak harus melaksanakan penelitian dasar (basic research) sepenuh nya, melainkan dengan memanfaatkan serta memperbandingkan data data quasi experimental yang telah ada dilapangan.

6. “Penutup”, memberikan gambaran tentang keuntungan tangible mau pun entangible bila proyek pembangunan midget diDalam Negeri be nar benar dillaksanakan.

2 . PENGENALAN MASALAH sebagai LATAR BELAKANG INVENSI

“It takes a navy three years to build a ship,

But it takes a nation three hundred years to

build a traditions”

Lord Thorington

2.1. Daerah Negara Republik Indonesia dengan sebagian besar berupa laut.

Indonesia , sebagai suatu negara yang terdiri atas amat banyak pulau yang berjumlah tidak kurang dari 17.379 pulau besar dan kecil yang tersebar mulai dari 94 deradjat Bujur Timur sampai dengan 142 deradjat Bujur Timur dan membentang antara 7 deradjat Lintang Utara sampai dengan 12 deradjat Lintang Selatan , yang berisi sekitar 17.000 pulau besar dan kecil, serta garis pantainya membentang sepanjang 64.000 km, sungguh merupakan suatu negara yang mempunyai garis perbatasan yang paling panjang didunia , yang karena anugerah Tuhan, alhamdullillah, hampir keseluruhannya terletak dilaut .Pulau-pulaunya yang kecuali subur dengan tanaman yang menghasilkan , juga rata-rata memiliki nilai hasil tambang yang luar biasa besarnya , yang mau tidak mau pasti akan membuat semua mata negara lain melirik kearah kita !

Dijaman ‘’tempo doeloe ‘’, mereka pasti akan berusaha menjajah kita dan meng-exploitasi hasil bumi kita semaximal maksimalnya , sebagai-mana yang dulu telah dilaksanakan oleh Belanda dengan VOC nya.Dijaman modern ini ,tindakan negara nagara tersebut bermacam-macam , Jepang misalnya , tidak lagi menjajah kita dengan mengirimkan Heiho, Balatentara Dai Nippon-nya lagi ,seperti yang pernah dilakukannya pada jaman Perang Dunia ke II yang baru lalu ,tetapi lalu menjajah ekonomi kita dengan membanjiri pasar kita dengan produk negaranya . Negara lain ,lain pula ulahnya ,mereka ikut berpanen ria ikan diperairan negara kita , menggeser para nelayan tradisionil kita ke daerah tepi pantai yang relatif miskin ikan . Akan apapun rekapola negara tersebut , persamaannya yang prinsipial ada , yaitu , semua kegiatan negara lain yang mengenai dan merugikan negara kita , akan berdatangan melalui laut .

Karena itu rasanya memang sudah pada tempatnyalah kalau kita mulai berbicara mengenai seberapa besar nilai deterrent yang harus dimiliki oleh kekuatan Angkatan Laut kita ,agar dapat menjalankan tugasnya menjaga garis perbatasan negara yang demikian panjangnya , yang karena kehendak Tuhan , hampir keseluruhannya terbentang dilaut , agar negara kita yang tercinta ini tetap aman sentausa , terbebas dari pengaruh negatif baik dari lingkup garis luar maupun dari lingkup garis dalam.

Disamping itu ,, didalam sejarah , kita telah lama mengetahui , bahwa kedudukan negara kita dalam posisi silang mempunyai bermacam keuntungan , tetapi juga tentu tidak terlepas dari bermacam kerugian .Dalam posisi ini , kita telah menerima hal positif yang dibawa oleh para pedagang yang berlalu lalang dari Hindia Depan ke Hindia Belakang , antara lain peradaban , agama dan juga perdagangan . Akan tetapi , kita juga telah mengalami hal negatif yang terjadi karena adanya konflik interest antara bangsa bangsa yang biasa berlalulalang ditempat kita : kita pernah menjadi ajang pertempuran antara Inggris dengan Raffles-nya ( yang kemudian “lari‘’ ke semenanjung Malaysia ) , Spanyol dengan Fernandez-nya ( yang kemudian memilih ‘’ mun dur ‘’ ke Filipina ) dan Belanda dengan Jan Pieter Zon Coen-nya ( yang lalu memilih ‘’ bercokol ‘’ selama 350 tahun di Nusantara )

Apabila kita melupakan hal negatif yang pernah kita alami dalam kedudukan kita dalam posisi silang dan kita lalu mengabaikan perkembangan lingkungan strategis yang bergejolak disekitar kita , bukannya tidak mungkin kita akan mengalami semacam imbas , yang ada kemungkinan , bahwa walau bentuk fisiknya tidak seperti penjajahan jaman ‘’ tempo doeloe’’ , tetapi justru pahitnya akan jauh lebih terasa bagi kita dizaman merdeka ini .

2.2. Tradisi bangsa Indonesia masa kini: menjadi petani, atau priyayi / ambtenaar!

Dari lingkungan sekitar kita, saat ini, kita dapat mengamati, bahwa sebagian besar penduduk Indonesia, khususnya di Tanah Jawa, memilih profesi sebagai petani, atau menjadi priyayi / ambtenaar (pegawai Pemerintah). Perhatikan saja, bahwa setiap ada kesempatan pendaftaran calon pega wai Negeri, senantiasa akan penuh sesak berjubel dengan peminat, sedangkan pendaftaran untuk menjadi Perwira Angkatan Laut, biasanya akan tampak lengang! Apalagi pendaftaran untuk menjadi Perwira Kapalselam! Sebenarnya, hal semacam ini bukan karena kehendak Illahi, samasakali bukan menjadi kodrat kita! Perlu kita ingat, pada masa jayanya kerajaan Majapahit, misalnya, kita kenal Laksamana Nala, yang telah memimpin satuan eskader Angkatan Laut kerajaan Majapahit, yang mengemban tugas expedisi Patih Gajahmada, melanglang laut perairan dalam, dalam usaha mempersatukan Nusantara, konon di Utara sampai ke Filipino! Di Aceh, kita kenal Malahayati, seorang Laksamana wanita, yang kiprahnya dalam pertempuran laut tidak kalah hebatnya dengan para laksamana bangsa Barat yang pernah ada!

Contoh lain, suku bangsa Indonesia yang lain, suku bangsa Bugis misalnya, bahkan telah mengarungi Samudra Hindia hingga tembus ke Madagaskar, dengan menggunakan perahu Pinisi. Perahu mereka bahkan secara teknis, telah mengguna kan sistem layar yang complex, justru pada saat suku bangsa Viking, cikal bakal bangsa Jerman yang kini disohorkan sebagai pembuat kapal selam terbaik didunia, masih berlayar dengan perahu, yang lebih banyak didayung, dan kalaupun menggunakan layar, masih mempergunakan layar yang berbentuk persegi, cuma seperti kain sarung saja!

Tradisi menjadi ambtenaar ataupun petani, adalah warisan jahat pe ningga lan penjajah yang dimulai dari zaman VOC Belanda. Mereka memang tidak menginginkan bangsa kita menjadi bangsa pelaut, karena kalau kita sampai berhasil mengembangkan bakat kita menjadi pelaut, dikemudian hari mereka akan tersaing dengan ulungnya kepelautan anak bangsa Indonesia, dan tergeser dari percaturan perdagangan rempah rempah dunia! Ingat saja akan keberhasilan Armada yang dipimpin oleh Raden Patah, yang mengusir Armada Inggris kembali ke Singapura! Karena itu, mereka mulai menggeser suku bangsa Jawa (diambil contoh etimologi yang paling dikuasai oleh penulis, sebagai sesama orang Jawa, dengan permohonan maaf: samasekali bukan karena Jawa sentries): lepas dari pantai, didesak secara perlahan kearah pedalaman, dan pegunungan, dimana mereka tidak akan mungkin dapat mengembangkan bakat kepelautannya! Cara cara yang mereka perguna kan amat halus, yaitu dengan meracuni pemikiran orang Jawa, melalui golongan atasnya, para priyayi, dengan ajaran, bahwa bangsa yang tinggal didaerah dekat pantai itu adalah bangsa yang primitive. Hal ini masih dapat kita simak, dari cara pandang para priyayi (maaf, termasuk cara pandang ibu saya sendiri), yang hingga saat ini, masih memandang mereka yang bertempat tinggal didaerah pantai, mereka yang pekerjaannya berkaitan dengan laut itu sebagai “wong pesisir”, suatu ungkapan yang memperhalus, tetapi, maksudnya tetap, yaitu memandang mereka yang tingal dipantai itu sebagai orang yang berperangai kasar, agak mengarah kesetengah liar! Maaf!

Hal semacam ini tentunya akan amat merugikan masa depan bangsa kita, yang Tanah Airnya 70% diantaranya terdiri dari lautan! Tujuan tulisan ini antara lain adalah juga untuk mengembalikan tradisi kepelautan bangsa Indonesia secara keseluruhannya, dengan mengingatkan kembali mereka akan kepiawaian kakek moyangnya akan keahlian tersebut. Bukankah hal ini amat selaras dengan lagu bu Kasur, yang dinyanyikan oleh anak anak di Taman Kanakkanak: “nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samudra. Menerjang ombak, tiada takut, menempuh badai, sudah biasa!”! Mungkin, sesekali kita perlu juga belajar mendengarkan ajaran yang amat hakiki semacam ini, tentang wacana untuk kembali ke-keahlian masa lalu nenek moyang kita, yang akan amat mempengaruhi kejayaan masa depan bangsa, justru dari mereka, anak anak kita dari lingkungan Taman Kanak Kanak, yang cara pandangnya justru masih amat lugu!

2.3. Pengaruh biota laut daerah tropis dalam peperangan kapalselam.

Peperangan anti kapalselam, yang dilakukan oleh kapal atas air terhadap kapalselam, dipengaruhi secara langsung oleh banyak hal. Antara lain, kemampuan mereka mendengarkan suara lawan, dhi kapalselam/midget, yang diwakilkan pada beberapa set perangkat akustik, mulai dari sonar baik pasif maupun aktif, side looking sonar, towing sonar, intercept sonar, VDS (Variable Depth Sonar). Dengan peralatan tersebut, mereka lalu diharapkan akan dapat mendengar signal akan adanya kapalselam yang diburu, mem”pinpoint” kedudu kan kapalselam lawan, dan menghancurkannya. Secara teoritis, penghancuran kapalselam dalam peran dan taktik ASW (Anti Submarine Warfare) itu lalu akan semudah membalikkan telapak tangan, atau semudah mengatakan “one, two, three”!

Akan tetapi, dalam kenyataannya, pengoperasian sonar, yang paling modern sekalipun, dalam mendeteksi adanya kapalselam, ternyata tidak semudah itu. Di samping kwalitas peralatan sonarnya sendiri (dalam arti S/N ratio, perbandingan antara signal dan gersik, power transmitternya dll), juga masih amat banyak dis turbance input yang akan mengganggu penangkapan signal, dalam konteks pepera ngan anti kapalselam, khususnya dalam perairan didaerah tropis.. Antara lain, pengaruh CTD (Conductivity, temperature and Density) yang akan amat mempengaruhi karakteristik propagasi, pengaruh biota laut (clamping shrimps, yang saat mengatupkan supitnya, menimbulkan suara bising yang amat ramai dalam frekwensi tertentu, yang justru merupakan frekwensi kerja sonar, yang bisa terdengar bermil mil jauhnya), pengaruh sejenis ganggang yang memiliki gelembung udara yang dapat meredam pancaran sonar ( referensi: “Perilaku akustik ganggang Microcyste sampai ke Sonar Absorbent Material”, majalah TSM (.Teknolog dan Strategi Militer.) edisi no.67-68 tahun 1993), dan masih banyak lagi hal lain yang berada terlalu jauh diluar khazanah kemampuan penulis.

Perlu ditekankan disini, bahwa masalah ini bukanlah masalah yang sepele. Masalah ini pernah menjadi perhatian penuh Angkatan Laut Negara jiran kita, Malaysia, dalam mempersiapkan dirinya karena merasa ketakutan menghadapi Angkatan Laut kita yang telah lebih dahulu memiliki kapalselam type U-209 dari Jerman. Pada sekitar tahun 1986, mereka pernah meminta KAE (Krupp Atlas Elektronik), yang mengambil alih seluruh keahlian dalam masalah sonar dari keseluruhan perusahaan sejenis yang ada di Jerman, untuk membangun laboratorium guna meneliti perilaku signal akustik didaerah mereka. Hal ini secara tidak sengaja terungkap, ketika kelompok SATGAS YEKOVH CKA /401, yang terdiri dari Komandan CKA/401 (Letkol Wartono Soedarman, terakhir, Laksamana Pertama, LEMHANAS), penulis sebagai Staf DANSATGAS sekaligus menjadi interpreter, dan mayor Soehardiman (Perwira SEWACO) mengunjungi KAE untuk mengikuti presentasi ISUS (Integrated Submarine and Underwater Sonar), yang lebih complex dari CSU 3.2 milik kita. Setelah mengadakan survey keperairan Malaysia, KAE memperoleh data, bahwa suara gangguan setempat (ambient noise) terhadap sonar, yang datang dari lingkungan setempat, sedemikian rupa amat bisingnya, sehingga dipandang akan percuma membangun laboratory um, karena tidak mungkin mengadakan penelitian signal akustik sesuai permintaan mereka.

Dari uraian diatas, tampak, bahwa bila kita menguasai benar benar karakteristik perairan kita, baik dari sisi perilaku air lautnya sendiri dalam kaitan nya dengan CTD, juga pengaruh biota lautnya, maka kapalselam kita, lebih khusus lagi: midget kita, kecuali karena bidang tangkapnya yang kecil, juga karena berada dalam ruang tiga dimensi, relative akan amat sulit terdeteksi oleh sensor bawah air kapal atas air musuh kita! (Referensi: US Navy “Anti Submarine Operation” NW 2004, dan ATP 28 Allied Tactical Procedure: “Submarine and Anti Submarine Operations” ). Sedangkan dari sisi kapalselam, khususnya midget, untuk mendeteksi lawannya kapal atas air yang memburunya, atau sasarannya, masalah tersebut tidak menjadi handicap yang terlalu besar. Hal ini terjadi, kecuali karena midget justru berada didalam layer yang menguntungkan bagi penangkapan signal sonar, juga posisi lawannya berada dalam bidang yang berdimensi hanya dua! ( Mohon disimak ‘’ Aplikasi penguasaan karakteristik propagasi sonar di perairan daerah tropis pada pengoperasian kapal selam ‘’ Jalesveva Jayamahe edisi XVIII Desember 1993).

Sekedar sebagai contoh praktis, kapalselam Jerman saat Perang Dunia ke II, yang saat itu dijuluki generasi “tauch boote”, kapal yang lebih banyak berada diatas permukaan, dan hanya menyelam apabila dibutuhkan (untuk melaksanakan taktik operasinya), saat mereka harus mengindera konvoi kapal Sekutu yang masih belum bisa teramati secara visual, mereka menyelam hingga kedalaman sekitar tigapuluh meter, mendengarkan signal akustik dari balingbaling kapal lawan, menangkap baringannya, lalu timbul lagi kepermukaan dan melaju dengan kecepatan penuh menuju baringan tersebut, sampai mereka dapat melihat tiang kapal konvoi lawan tadi dicakrawala. Diposisi ini mereka lalu mengikuti konvoi, menunggu sampai saat malam tiba, dan, begitu mulai senja, mereka melancarkan serangan torpedo mereka, dari atas permukaan! Begitu mereka dikejar oleh destroyer pengawal konvoi, mereka menyelamatkan diri dengan menyelam dan menghilang dalam kedalaman laut, yang sampai saat inipun masih merupakan rimba kegelapan bagi signal akustik!( Referensi: “Zeewulf, die gesichte auf die Deutsche Uboote im zweiten Welt krieg”, Wolfgang Frank).

2.4. Mengapa kita harus berpikir seolah kita akan berperang

Sebenarnya , siapa sih yang suka berperang ? Rasanya , tidak ada seo rangpun diantara kita yang suka berperang , akan tetapi ,masalahnya , perang terjadi juga , walaupun diantara kita tidak ada yang suka terhadapnya .Dan sialnya , bila perang terjadi , maka yang paling menderita adalah justru mere ka yang tidak suka akan perang dan paling tidak pernah memikirkan tentang perang. Merekalah yang akan jadi korban yang paling menderita .Karena itu ,walaupun kita tidak suka akan perang ,tidak ada jeleknya bila kita sedikit berpikir tentang bagaimana sebenarnya dilaksanakan .Dengan demikian , apabila peperangan benar-benar datang ,kita akan dapat meme nangkannya , sekurang-kurangnya dapat mengurangi korban peperangan sampai sesedikit mungkin . Bila kita mau menggampangkan masalah ini dan berkata : ‘’kita pikir besok besok saja kalau sudah dekat waktunya perang ‘’ , rasanya kita tidak akan pernah diberi kesempatan untuk berpikir oleh perang . Perang memang seibarat syaithon , yang kecuali amat jahat dan keji ,juga amat li cik dan inteligensianya amat tinggi. Audzu billahi min zalik ! Dia akan menerkam siapa siapa yang tidak siap . Ingat suatu pepatah Yunani Kuno “Civic Pacem, Parabellum‘’, siapa yang tidak menghendaki peperangan , bersiaplah untuk berpe rang . Dengan demikian , lawan Anda akan gentar untuk bermain-main mulai me nyerang Anda .

Salah satu contoh sederhana tentang kemungkinan terjadinya perang dan masih hangat dibicarakan di media masa , adalah pertikaian hak pemilikan pu lau pulau Senkaku / Daioyu yang terjadi antara Cina , Taiwan dan Yonagumi /Jepang . Pada beberapa waktu yang lalu , telah terjadi suatu provokasi yang ‘’amat panas ‘’: kapal kapal dari suatu gugus tempur Armada telah berlatih ditempat tersebut dengan menggunakan peluru tajam ! Tidak ada satupun negara yang mau meng akui , Armada siapa sebenarnya yang telah memanas-panaskan situasi ditempat ter sebut . Cina secara tertutup mengakui selesai melaksanakan latihan yang melibat kan kekuatan Angk Laut dengan skala besar didaerah Laut Cina Timur , tetapi, “bukan” di Senkaku / Daioyu. Agaknya , hal ini merupakan suatu ‘’ gun boat di plomacy ‘’ , suatu peringatan terhadap Taiwan dan Jepang akan claimnya terhadap pulau tersebut !

Dari peristiwa Senkaku / Daioyu tersebut , agaknya kita akan mengerti , bahwa negara tetangga , yang tadinya kelihatan manis dan lemah lembut , dapat saja tiba-tiba berubah sikap menjadi garang , bermusuhan , ganas dan sera kah bila terjadi perebutan hegemoni atas suatu daerah tertentu dilaut !Juga , walaupun selama itu mereka berada dalam satu kubu / payung perlindungan yang sama ( sebagaimana Taiwan dan Jepang yang sama-sama berada dibawah payung perlindungan Armada ke Tujuh / Pasifik Amerika Serikat ). Jadi untuk itu rasanya tidak akan ada jeleknya kalau kita saat ini sudah mulai berpikir tentang alternative terburuk yang harus kita hadapi dalam beberapa tahun mendatang: kemungkinan terjadinya perang !

Bahkan, saat ini, kita seharusnya lalu menjadi lebih arif lagi, setelah Lipa dan dan Sigitan, karena kelalaian kita sendiri, lalu dicaplok oleh negara jiran kita, yang sama sama rumpun Melayunya. Apalagi, kemudian, setelah keberhasi- lannya merebut Lipadan dan Sigitan, tanpa melepaskan satupun tembakan peluru meriam, mereka lalu merencanakan untuk menjadi lebih rakus lagi, mereka juga akan menelan Ambalat!

2 . 5 . Nilai deterent suatu kapalselam

Kapalselam ( disingkat KS ) , dalam managemen peperangan dilaut , oleh Admiral Carabinery dari Angkatan Laut Perancis , dinilai sebagai ‘’ an unpredict able element of sea power ‘’. Betapa tidak ,sebagai suatu ‘’silent service”, KS se nantiasa berusaha berangkat beroperasi pada saat tidak ada lagi mata orang yang memperhatikannya . Pengalaman penugasan selama tujuh belas tahun dilingku ngan KS type Whiskey Class misalnya , memberikan kenangan yang mengesankan : kita berangkat berlayar senantiasa pada saat orang lain berangkat tidur, mulai menarik selimut, sekitar jam 22.00 , atau saat orang lain sedang nyenyak-nyenyaknya mendengkur , jam 02.00 dini hari !

Kalaupun KS harus berangkat pada saat banyak mata orang menyaksikan ( termasuk mata mata-mata musuh kita!), maka yang akan diketahui dari keberang katan kapal tersebut adalah hanya kapan kita berangkat , sedangkan tujuannya tak akan dapat dikatakan dengan pasti , sebab , begitu masuk daerah laut yang cukup dalam untuk dipakai menyelam, maka kapal akan menyelam , dan bila diatas air tadi haluannya menuju keselatan, dibawah air kita dapat merubahnya menuju keti mur, tanpa ada mata siapapun yang dapat menyaksikannya dan melaporkannya ke musuh kita ( pengalaman pelayaran dengan NRS/404 dibawah Komandan Kapten Harinto IX dan BMA /412 dibawah Kapten Untung Sarwono IX didaerah Tarempa pada sekitar tahun 1969-1971 )

Karena itu , wajar kalau KS memiliki suatu nilai deterent yang tinggi : mu suh tidak pernah tahu dimana kita berada , tetapi mereka meyakini akan adanya ancaman tersebut sehingga akan senantiasa terpaksa menyiagakan sebagian besar kekuatannya untuk bersiaga menghadapi timbulnya ancaman KS kita . Sehingga pada sisi yang lain , kekuatannya akan menjadi berkurang ! ( Simak kembali bagai mana Inggris dalam peperangan Malvinas berusaha mati matian untuk mengetahui dengan pasti posisi salah satu KS type U- 209 /1300 milik Argentina yang kebetulan berada diluar pangkalan , yang kemudian ternyata sedang membuntuti kapal induk Hermes . Hanya nasib baik saja yang melindungi Hermes : pintu peluncur torpedo KS tersebut macet saat disiapkan untuk melaksanakan balas dendam atas tenggelamnya penjelajah Argentina , General Belgrano ! ) Dalam hal lain, bila mereka akan berusaha menerobos masuk kedaerah yang ber ada dalam hegemoni kita, maka mereka haruslah berpikir tidak hanya dua kali , tapi mungkin harus berpikir enam atau tujuh kali lipat , sebelum berani bertindak , mengingat , dapat saja setiap saat tiba-tiba KS kita muncul dan menebarkan benca na dikalangan mereka .

Didalam tulisan tentang peperangan Kapalselam yang dilaksanakan secara total oleh pihak Jerman terhadap pihak Inggris / Sekutu , dapat dibaca dengan je las sekali , dibutuhkan berapa orang awak kapal atas air dan penerbang yang harus disiapkan guna menghadapi satu orang saja awak Kapalselam Jerman ! Juga da pat dilihat , ada berapa saja wahana perang dari berba gai jenis ( baik kapal penje lajah , kapal perusak , korvet , pesawat terbang ,termasuk kapal induk pesawat ter bang ) yang harus diaktifkan untuk me ngejar hanya sebuah saja Kapalselam / U- boot Jerman yang notabene , tonnagenya ada yang hanya berkisar sekitar 400 ton (type VII), dan dipimpin hanya oleh seorang Perwira yang berpangkat kapten!

Sebagai contoh hitungan yang lebih kwantitatif dan up to date , dapat dikemu kakan disini, betapa pengertian tentang keunggulan KS ini telah lebih dimengerti oleh negara negara didunia ini : pada tahun 1966-an jumlah negara yang memesan Kapalselam di galangan HDW ( Howaltswerke Deutsche Werft ) Kiel Jerman hanya sekitar tiga negara (termasuk Jerman sendiri) dengan jumlah pesanan total 33 kapal, 16 kapal diantaranya untuk Jerman. . Tetapi , saat ini , tahun 1997 , ha nya sekitar 30 tahun kemudian ,jumlah negara pemesan naik menjadi 15 negara , yang berarti suatu kenaikan sebesar 500 % , dengan total pesanan sejumlah 127 KS , suatu peningkatan yang mendekati besaran 400 % dari jumlah total pesanan pada tahun 1967 yang lalu . [ Referensi: “Silent Service”, the German designed Submarine Family, Hannes Ewerth, Peter Newmann, HDW 1995]

Dari contoh diatas , baik uraian maupun perhitungan kwantitatif , dapatlah disimpulkan secara garis besar , seberapa jauh sebenarnya negara tersebut mengetahui sampai dimana peranan nilai deterrent suatu kapalselam dalam managemen peperangan dilaut .

2.6. Biaya pembuatan Kapalselam yang amat mahal .

KS sebagai suatu ‘’unpredictable element of sea power ‘’ sebagaimana dijelas kan dalam titik 2.2. terdahulu , memang merupakan suatu wahana perang yang amat efektif. Tetapi , pada sisi yang lain , biaya pembuatannya juga amat luar biasa mahalnya . Hal ini dapat dimaklumi , karena secara ‘’roughly ‘’ dapat dikatakan , bahwa bila peralatan yang ada di dalam suatu KS dengan suatu tonnage sebesar 1500 ton dibeberkan , dan ditata pada suatu kapal perang atas air , maka peralatan yang tersedia tersebut akan cukup untuk melengkapi tiga kapal atas air dengan tonnage 1500 ton masing masing! (Referensi, naskah SESKOAL: US Navy “Submarine Operation” NW 2003, US Navy “Anti Submarine Operation” NW 2004).

Sebagai salah satu contoh , KS yang telah kita miliki dari type U-209 / 1300 , yang dibuat di HDW pada tahun 1977 s/d 1980 , saat itu saja harganya telah mencapai sekitar US $ 250.000.000.- ( duaratus limapuluh juta US dolar )! Saat ini , suatu Galangan kapal Perancis sedang mengajukan suatu penawaran kepada kita untuk membuat suatu KS type SCORPENE , dengan tonnage yang tidak amat jauh berbeda dengan yang kita miliki , tetapi harganya dalam keadaan kosong, belum terisi dengan persenjataan dan sensor tempur, telah mencapai nilai sekitar US $ 400.000.000.- ( empatratus juta US dolar ), hampir dua kali lipat harga kapal type U-209 siap tempur! Dengan sensor tempur dan persenjataannya, harga KS tersebut akan melambung menjadi sekitar US $ 600.000.000.- !

Tentu saja , sebagai warga negara yang baik , yang dipilih dari putra putra terbaik bangsa , maka tentunya kita sebagai Perwira Angkatan Laut tidak akan ada yang ingin membebani negara dengan mengajukan kebutuhan anggaran yang sebesar itu , sebab kita tahu dengan pasti , bahwa dibagian lain dalam organisasi negara ini ,ada lembaga lain yang lebih membutuhkan dana tersebut dengan prioritas urgensi yang lebih mendesak .Jadi , walau bagai manapun inginnya kita memiliki alat utama dalam bentuk KS tersebut , keinginan ini haruslah disalurkan melalui jalan lain yang tidak akan membebani negara kita secara terlalu berlebihan . Dan disinilah kita selaku Perwira dituntut dituntut untuk mampu berimprovisasi ,suatu kemampuan yang mungkin punya kaitan yang erat dan merupakan bagian integral dari intuisi tempur, suatu kemampuan yang saat ini sedang galak-galaknya dibina oleh pimpinan TNI Angkatan Laut !

2 . 7 . Midget , sebagai suatu subtitusi Kapalselam .

Diantara semua wahana perang laut , rasanya yang memiliki nilai deterrence paling tinggi adalah kapalselam . Kemampuannya untuk berperan sebagai suatu ‘’unpredictable element of sea power ‘’, dapat muncul dimana pun setiap saat dikehendaki , dahsyatnya kemampuan penghancur senjata yang dibawanya : dengan satu torpedo yang memuat 200 kg TNT dikepala perangnya ( gefechtkopfe) , rasanya tidak akan ada kiel / lunas kapal perang manapun yang mampu bertahan untuk tidak patah bila dihajarnya , apalagi bila ledakannya dilakukan pada suatu jarak tertentu dibawah lunas dengan menggunakan suatu proximity fuze ! Akan tetapi , mengingat harganya yang terlalu amat mahal , dikaitkan pula dengan keterbatasan dana yang berada dalam pengelolaan kita ,tentulah kita harus mampu menterjemahkan kebutuhan wahana perang ini dengan sesuatu yang lain yang memiliki performance teknis dan nilai deterrence yang sekurang-kurangnya sesuai dengan wahana perang yang ingin kita miliki .

Dalam hal ini , rasanya , satu-satunya wahana perang yang memiliki performan ce teknis dan nilai deterrence yang sesuai dengan Kapalselam hanyalah midget . Midget , yang juga disebut dengan nama kesayangan lain : “baby submarine ‘’ , adalah suatu wahana perang yang mampu mensubstitusi hampir keseluruhan fung si tempur yang dapat diemban oleh Kapalselam , mempunyai semua karakteristik khusus yang dimiliki Kapalselam , mulai dari kemampuannya untuk menyelam ( dan kemampuan untuk timbul kembali kepermukaan tentunya ! ) , kemampuan menembakkan torpedo , kemampuan menebarkan ranjau , kemampuan untuk mele pas regu komando untuk melaksanakan tugas raid , sabotage , penculikan terhadap para pejabat pihak lawan , pemberian pertolongan kepada rekan penerbang kita yang jatuh terdampar didaerah lawan ( briefing Pimpinan TNI .AL, Laksamana Arief Kushariadi, di Sheraton Hotel , bandara Frankfurt , 20 September 1997 ) , kemampuan untuk melaksanakan ELINT / SIGINT / PHOTINT / SPECINT dan lainlain , semua ada pada midget , walaupun dalam ukuran yang terbatas , sesuai dengan keterbatasan ruang yang tersedia di midget ! Beda kemampuan tersebut adalah jumlah pelaksanaan / kwantitasnya , sedang kwalitasnya sama sekali tidak ada bedanya .Sebagai salah satu contoh , bila KS type U-209 / 1300 dapat menembakkan 16 torpedo SUT, maka midget hanya akan dapat menembakkan 4 torpedo SUT . Tetapi dengan biaya pengadaan yang amat jauh lebih murah , hanya sekitar 0,85 % dari biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan KS type U-209 / 1300 , maka kemampuan coverage area satu KS type U-209 / 1300 akan kalah amat jauh bila biaya pengadaannya kita pergunakan sebesar 20 % saja guna mengadakan midget , yang lalu akan berarti memperoleh sejumlah 20 midget yang dapat digelar keseluruh pintu masuk yang merupakan choke point, disegenap penjuru perairan Tanah Air, serta didaerah yang dipandang rawan konflik, guna melaksanakan penjagaan kedaulatan kita. (gambar khusus “A” seethrough picture)

2.8. Mengapa tidak merencanakan membuat midget didalam negeri , dalam hal ini di GALKAPNAS ?

Kalau kita telah mengenal semua permasalahan sebagaimana yang diuraikan dalam titik terdahulu di Bab II ini ,lalu wajar rasanya kalau kita tiba pada suatu pertanyaan : mengapa tidak merencanakan pembuatan midget didalam negeri , dalam hal ini , digalangan kapal nasional , seperti PT.Dok Koja Bahari , ataupun di PT.PAL ?

Ya , mengapa tidak ? Mengapa kita harus bersusah payah berpikir untuk membuat suatu Kapalselam , yang pasti akan membutuhkan investasi yang luar biasa besarnya , dari pada kalau kita hanya sekedar membuat midget ? Kalau saja alasan muluknya akan mengejar ketinggalan teknologi ,bukankah untuk membuat midget kita juga harus menguasai teknologi yang tidak boleh dipandang rendah ? Belum lagi kalau kita mau sedikit berpikir tentang bussiness management yang paling mendasar : market untuk menjual Kapalselam yang akan kita produksi rasanya sudah penuh sesak dengan produk pesaing pesaing kita yang sudah lebih dahulu membuatnya .

Bayangkan saja , kalau midget kita persamakan dengan ‘’pisang goreng” yang harganya cuma Rp.500,-, sedangkan KS yang sekelas dengan type U-209 / 1300 kita persamakan dengan ‘’black forest‘’, yang harganya di Frans Bakkery sampai mencapai Rp.75.000,- tentu semua orang akan tahu , bahwa untuk membu at tart coklat mahal sejenis ‘’ black forest ‘’ , kecuali lebih sulit cara pembuatan nya , juga lebih banyak ‘’ubo rampe’’nya / peralatan yang harus disiapkan ,yang harus diinvest, dan , tentu saja , akan lebih tinggi biaya pembuatannya . Belum lagi biaya “technical assistant”nya, coba saja dicheck, saat membuat Caraka Jaya saja, apalagi saat membuat FPB, berapa tenaga TA dengan bayaran ribuan dollar, yang harus bercokol di Galangan Kapal Nasional kita yang terbesar. Apalagi kalau kita mau menyadari , bahwa dibelahan bumi selatan ini , telah ada sekurang kurangnya enam negara yang mempunyai kemampuan membuat ‘’black forest‘’ / maksud penulis : KS yang sekelas dengan KS type U-209 , antara lain tetangga dekat kita , India ( type U-209 / 1600 dengan lisensi HDW ) , lalu menyusul negara sahabat kita Pakistan ( klas DAPHNE dengan lisensi dari Perancis ) ,belum lagi Australia ( klas SYORMEN dengan lisensi dari Galangan Kockum , Swedia ) dan terakhir : Korea Selatan ( klas U-209 / 1400 dengan lisensi HDW , lengkap dengan di’’boyong’’nya segala macam peralatan produksi yang pernah mereka pergunakan untuk membuat kapal yang pertama di HDW ), kemudian Cina dengan lisensi dari Rusia, serta Jepang (Oyashio class 2700 ton, Harushio class 2450 ton, Yuushio class 2200 ton).

Dari sini ,sudah terlihat betapa banyaknya dapur yang telah memproduksi ‘’black forrest ‘’ , kue yang mahal harganya tersebut , jadi , mengapa kita tidak mencoba membuat ‘’pisang goreng ‘’ saja , yang relatif murah harganya, tetapi tidak lalu turun mutunya, yang pasti akan banyak peminatnya, bila kita pandai pandai menjajakannya ? Membuat KS yang terlalu mahal harganya, dan kita tidak bisa menjualnya ( simak saja, apakah kapal perang sejenis FPB buatan Galangan Kapal Nasional kita sudah ada yang berminat membeli!), bukankah lalu hanya akan menjadi beban bagi Angkatan Laut kita, yang terpaksa menggunakannya, dan yang pasti lalu memangkas biaya yang sedianya bisa dipergunakan untuk membuat midget dalam jumlah yang lebih banyak, yang dapat digelar dimedan operasi yang jauh lebih luas? So, why not? Kalau sudah begitu,mengapa tidak membuat midget saja ?

3 . DISKUSI OPTIMASI sebagai URAIAN LENGKAP INVENSI.

The unresting progress of mankind causes continual

change in weapon, and with that must come conti-

nual change in the manners of fighting.

A.T. MAHAN, Admiral, US Navy

3.1. Mengapa ‘’midget ‘’ ( dan bukan kapal ‘’kecil’’ jenis yang lain ) ?

Mengapa ‘’midget’’ dan bukan kapal ‘’kecil’’ type yang lain , memang suatu pertanyaan yang amat bagus yang akan diajukan oleh setiap orang yang mengikuti makalah ini dari awal . Dan , untuk suatu pertanyaan yang bagus , haruslah pula kita menyediakan jawaban yang dapat dicerna dengan mudah oleh semua orang . Midget , dengan segala kemampuannya yang membuatnya mampu mensubstitusi Kapalselam ,( sebagaimana yang telah diuraikan dalam titik 2.5. terdahulu ) , kecuali amat tinggi cost effectiveness rationya , juga rendah biaya operasi maupun faktor pernyataan resikonya. Bayangkan saja kalau kita harus mengintai lawan dilaut yang kedalamannya hanya 40 meter ,dengan menggunakan KS type U-209 /1300 yang kedalaman selam amannya saja minimal 30 meter .Resiko yang akan dihadapi oleh kapal tersebut , baik resiko kandas karena sempitnya ruang gerak manuvra bawah air ( dengan panjang 58,6 meter , pada kedalaman selam 30 meter , trimm kedepan 7 deradjat , hidung kapal sudah tinggal berjarak sekitar 2 meter saja dari dasar laut , yang dalam kenyataannya , tidak senantiasa rata sebagai permukaan meja setrika ! ) , maupun resiko terdetek si oleh satuan kapal atas air lawan ( khususnya yang menggunakan MAD magnetic anomali detector , yang akan amat terpengaruh dengan hadirnya suatu benda asing yang demikian besarnya ) , dan deteksi visuil dari helicopter anti kapal selam , adalah teramat tinggi ! Kesempatannya untuk menyelamatkan diri dengan menyelam kekedalaman yang lebih dalam pun tidak ada , karena tinggi air diba wah lunas yang hanya berkisar sekitar 10 meter saja ! Resiko teknis maupun taktis yang demikian tinggi yang dihadapi oleh KS tersebut , akan dapat dieliminer dengan amat drastis , bila tugas tersebut di bebankan ke kapal midget .

Secara kalkulasi tempur kwantitatifpun , pengoperasian midget memberikan nilai perhitungan yang tidak kalah tinggi bila dibandingkan dengan yang diperoleh dari pengoperasian KS .Sebuah midget yang membawa 4 torpedo kendali kabel ( wire guided / drahtgelenkter torpedo ) type SUT dengan suatu hit probability 90% ,detect vulnerability 10 % ( dihitung demikian berdasarkan rumusan kwalitatif karena kecilnya semua signature : sonar signature, noise signature , thermal signature maupun magnetic anomali signature ,yang dapat juga dihitung secara kwantitatif dengan jalan membalik rumus perhitungan detect probability sonar (periksa “Naval Operation Analysis”, point 9 Sonar Detection, mulai hal.165, periksa juga “Underwater Acoustic System Analysis” point 12 Acoustic Characteristic of Targets, mulai hal.361) , yang berarti amat sulit terdeteksi , jarak menunggu mangsa 28 mil ( panjang kabel komunikasi torpedo wire guided yang standard ) , dihadapkan pada kapal perang atas air jenis destroyer dengan bobot mati sekitar 3000 ton , maka boleh dikatakan , satu midget akan cukup untuk menghadang 90 % x 4 torpedo = 3,6 destroyer lawan !Belum lagi bila kita mampu menghitung secara kwantitatif , betapa destroyer lawan tersebut tidak pernah tahu kapan akan diserang , sehingga mereka terpaksa siap sedia sepanjang waktu ,suatu kegiatan yang akan amat melelahkan baik mental maupun fisik ,hingga boleh dikatakan, bahwa mereka telah kalah perang sebelum peperangan yang sebenarnya dimulai. Nilai ini ,yang dikenal dengan nama unsur surprise , harus ikut diperhi tungkan pada saat kita membuat perhitungan kalkulasi tempur suatu midget .[ Manfred Beike, “Kaleidoskop der See schlachten”, Brandenburgisches Verlagshaus: salah satu penyebab kekalahan Armada Tsar Rusia dibawah Vize Admiral Roshestwenski, oleh Armada Kekaisaran Angkatan Laut Jepang dibawah Admiral Heihachio Togo, Perang Laut Tsushima, Mei 1905].

Pada sisi yang lain , mari kita coba melihat , bila yang akan kita pergunakan untuk menghadang keempat destroyer lawan tersebut adalah kapal kecil lain , untuk gampangnya , kita ambil saja kapal jenis MTB ( motor torpedo boat ) yang saat ini lebih dikenal dengan designasi FAC ( fast attack craft , baik FAC / gun , FAC / missile maupun FAC /torpedo ) . Dari jauh , kapal tersebut pasti telah lama tertangkap oleh radar destroyer lawan . Segera saja , radar kendali tembakan diarah kan kesektor datangnya kapal FAC tersebut , dan sebelum kapal FAC tiba kejarak tembak senjatanya sendiri ,maka …bum, bum, bum…mereka sudah akan dihujani tembakan oleh peluru senjata lawan , yang nota bene , kecuali jarak jangkau temba kannya lebih jauh , juga kaliber nya pasti lebih besar! Taroh kata , bahwa kita akan melengkapi FAC kita dengan peralatan ECCM untuk mengacau radar kendali tembakan senjata lawan , masalahnya yang nyata adalah , apakah kita telah mem persiapkan diri untuk melaksanakan operasi ECCM tersebut ? ( Mohon disimak tulisan terdahulu : ‘’ ECCM dimasa kini , sebagai pelanting ditangan David sikecil , didalam peperangan melawan Goliath sang raksasa ‘’ Dharma Wirata ma edisi DW No.93 /1997) Akan amat lain halnya dengan midget , sarana yang diperlukannya untuk menyembunyikan diri telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada kita , yaitu air laut yang berlimpah ruah diperairan kita , yang hampir 70 % nya ter diri dari laut , sejauh kita mau bersungguh-sungguh memepelajari karakteristiknya dan mengambil manfa atnya demi kepentingan kita . ( Mohon disimak ‘’ Aplikasi penguasaan karakteristik propagasi sonar diperair an daerah tropis pada peng operasian kapal selam ‘’ Jalesveva Jayamahe edisi XVIII Desember 1993)

3.2. Kemampuan para perwira TNI.AL menentukan “design criterion” bagi midget .

Penentuan design criterion bagi midget rasanya sudah bukan merupakan masalah bagi para perwira yang memiliki spesialisasi brevet kapalselam dan pernah menjalani penugasan aktif belasan tahun , baik dalam penugasan dikapal Whiskey class ex Rusia , maupun di type U-209 /1300 lebih baik lagi bila mereka juga pernah menjalani penugasan dikapal type U-206/450! Mereka yang mempunyai kwalifikasi sebagaimana tersebut diatas dapat dipastikan akan dengan mudah menggambarkan ‘’ selera”nya , bagaimana se benarnya midget harus dibu at . Lebih lebih lagi, bila Perwira tersebut juga pernah mengikuti kunjungan kerja peninjauan midget ke Pakistan Navy, yang terjadi dimasa kepemimpinan KSAL Laksamana Arief Kushariyadi!

Tentu saja ,agar idealnya , selera tersebut haruslah yang sudah terpadu dengan kebutuhan operasi tentang apa yang akan dihadapi dikemudian hari . Pengoperasi an dilaut dangkal sekitar 30 meter ( perairan Laut Cina Selatan misalnya ) maupun diperairan laut dalam , tugas pengintaian pelabuhan lawan atau alur pelayaran la wan , melaksanakan pendaratan pasukan komando khusus untuk pelaksanaan raid maupun sabotase terhadap obyek strategis lawan, pencegatan konvoi kapal musuh dan tugas lain , semua ini harus diolah sedemikian rupa, sehingga midget yang kita produksi nantinya akan memenuhi kriteria pengoperasian yang benar benar sesuai dengan yang kita inginkan .

Untuk midget yang akan dioperasikan dalam posisi tunggu strategis ( sebagai mana kapalselam Jerman dioperasikan dalam ‘’ wolfpack attack ‘’ saat mengha dang konvoi Sekutu disepanjang route pelayarannya di Atlantik pada Jaman Pe rang Dunia kedua yang lalu ) – tentunya takakan terlalu banyak membutuhkan ca dangan bahan bakar . Kelebihan kemampuan menampung muatan ini tentunya lalu dapat diolah untuk membawa senjata lebih banyak – atau hal lain lagi , yang kese muanya tentu harus dihitung dengan teori Operation Research agar keputusannya bersifat kwantitatif.

3 .3 . Kemampuan bengkel / workshop digalangan kapal nasional didalam negeri dalam membuat midget .

Lalu , kalau para perwira TNI.AL dengan spesifikasi tertentu tadi sudah jelas dapat menggambarkan dengan gamblang , bagaimana midget akan dibuat , siapa yang kemudian harus merealisir kegiatan ini ? Tentunya , galangan kapal nasional dalam negeri seperti PT . PAL yang merupakan BUMN jajaran strategis dibawah BPIS , atau boleh jadi juga galangan PT . KOJA BAHARI . Gambaran keinginan para perwira tersebut tadi lalu dijabarkan dalam bentuk design , yang akan menja min perhitungan kemampuan badan midget menerima tekanan kedalaman menye lam. Dalam perhitungan tersebut nanti akan ditentukan , berapa ketebalan badan dan gading gading yang harus terpasang , dalam jarak berapa milimeter masing masing gading gading ditempatkan satu sama lain . Kesemuanya tentu harus leng kap dengan perhitungan jarak titik tangkap gaya berat masing masing peralatan , baik dalam bidang transversal maupun dalam bidang longitudinal , dan berapa besar momen yang akan ditimbulkannya nanti , untuk menghindari agar kapal jangan sampai mengalami oleng atau trimm yang berlebihan pada saat diluncurkan, seperti yang pernah terjadi dengan salah satu kapal survey pesanan BPPT.

Didalam pelaksanaan dilapangan , pembuatan badan tekan / pressure hull akan dapat didukung oleh bengkel dalam lingkungan General Engineering Division yang telah mempunyai banyak pengalaman mendesign pressure vessel bagi proyek power plant PLN . Untuk pemasangan pipa pipa dan peralatannya , rasanya kita akan dapat menggantungkan harapan kita ke Divisi Kapal Perang yang telah berpengalaman membangun kapal FPB dengan lisensi dari Lursen Werft AG, tentu saja dengan penekanan , bahwa pipa dan fittings yang dipasang di midget mempunyai deradjat kerapatan ( yang sekaligus juga berarti suatu tingkat kesulitan kerja ) yang tiga kali lipat dari kapal sejenis dalam tonnage yang sama ! Sedang Divisi Pemeliharaan dan Perbaikan dapat dipastikan akan mempunyai sumbangan yang amat besar nilainya dalam kegiatan engine fittings serta allignment , termasuk electrical fittingsnya .

3.4. Kemungkinan mengikutsertakan sebanyak mungkin badan industri dalam negeri didalam proyek midget, peningkatan “local content” semaksi mal mungkin.

Didalam proses pembuatan midget ini , disarankan agar kita dapat mengikutsertakan sebanyak mungkin komponen hasil badan industri dalam negeri .Antara lain yang jelas terlihat dapat diketengahkan saat ini adalah : plat baja dari Krakatau Steel (catatan khusus: midget Jerman tipe Molch, menggunakan pressure hull setebal 3 tiga milimeter, mampu menyelam pada kedalaman empatpuluh meter, dalam praktek dilapangan bahkan mampu menyelam hingga enampuluh meter, ref: Harald Fock 62), Diesel penggerak generator dari Bharata / Deutz ( tentu saja dengan perobahan karakteristik PV diagram dan design cam shaft yang disesuaikan untuk memperoleh Exhaust back pressure yang tinggi , agar diesel mampu bekerja pada kedalaman snorkel –mohon diperiksa ‘’ Sistem Permesinan Kapal Selam ‘’ , kumpulan ceramah ilmiah dalam rangka Dies Nata lis VII Universitas Hang Tuah Surabaya 1994, ceramah tamu di ITS Kelautan ) , generator dan motor listrik pokok dari PINDAD /Siemens dengan karakteristik khusus alternator multi phase yang disearahkan. Sebagai catatan tambahan, peng gerak pokok yang dibutuhkan bagi midget cukup sekitar 300 HP (pada CM 1-3 yang menggunakan transfer of power mechanic, power ini mampu mendorong kapal berlayar dengan cepat 14 knot diatas air), dibawah air cukup motor listrik 60 Hp (pada CM 1-3 akan membawa kapal melaju 8 knot), pompa lensen dan pompa pendingin dari STORK pumpen Indonesia.

Dengan demikian, kita juga lalu sekaligus menunjang kebijaksanaan Peme rintah, yang mencanangkan untuk mempertinggi “local content” dalam setiap usaha membangun suatu wahana! Pembangunan kapal tentu saja harus dilaksana kan di salah satu galangan kapal nasional di Indonesia , antara lain PT . Koja Bahari atau PT . PAL INA ,atau bahkan dilaksanakan didua galangan sekaligus, guna memacu suatu persaingan yang positif, sebagai mana yang dilaksanakan oleh pihak Angkatan Laut Jerman, yang membangun Kapalselam mereka di dua galangan : HDW , Kiel ditepian Laut Utara, dan TNSW Thyssen Nord See Werke , Emden di Selatan/ Barat. Apa yang diusulkan disini adalah senada dengan apa yang diperintahkan oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudoyono, yang memin ta agar semua BUMNIS mendukung kemandirian pertahanan, sebagaimana diung kapkan oleh beliau saat mengunjungi PT. DIRGANTARA (Ref: Bisnis Indonesia, Rabu 4 Januari 2006, halaman 1 kolom 3 s/d 6).

Keseluruhan uraian diatas ini , kecuali akan menjamin tetap tingginya kwali tas peralatan , karena satu produsen hanya dibebani untuk men-spesialisasikan diri memproduksi satu jenis pralatan yang sesuai dengan profesinya , juga sekaligus menjamin terjadinya desentralisasi industri , yang akan mempersulit pihak musuh untuk melumpuhkan industri peralatan perang kita . Juga, hal ini sesuai dengan taktik separasi industri Jerman pada masa pra Perang Dunia ke II dan selama perang berlangsung , dimana komponen sampai blok dibuat dipabrik pabrik yang terpencar didaerah daerah , lalu dikirim ke galangan galangan yang tersebar merata hampir diseluruh tepi pantai mu lai dari pantai Utara ( antara lain HDW ) sampai kepantai Barat ( antara lain TNSW ) , dan dirakit ditempat tempat tersebut , sedemikian rupa sehingga Jerman tetap mampu meluncurkan satu Kapal selam setiap hari semasa perang berlangsung , juga walaupun senantiasa diganggu oleh Sekutu yang melaksanakan pemboman melalui serangan udara dengan tiada henti-hentinya !

3.5. Kemungkinan untuk mengajak para pakar / ahli dalam segala bidang untuk ikut berpartisipasi .

Kalau pada titik 3 . 4 . dianjurkan untuk mengikutsertakan sebanyak

mungkin unit badan industri didalam negeri untuk menangani proyek midget ini , dalam titik ini disarankan agar menyebar luaskan konsep proyek midget kesebanyak mungkin pakar / ahli dalam bidang yang berkaitan dengan midget . Hal ini akan membuat sebanyak mungkin masukan dengan tingkat teknologi yang tinggi, yang dapat kita pilih kemudian untuk kita pergunakan dalam proyek midget.

Sebagai contoh , dalam hal sistem kontrol diikutsertakan PIKSI/LINK ITB (saat itu Dr. Ir.Kusmajanto Kadiman Cs, kini MENRISTEK) yang merupakan wadah para ahli kontrol berbasis komputer , bagi masalah vibrasi disarankan mengajak para pakar dari LAB.DINAMIKA –PAU ,ITB (saat itu Dr.Ir. Komang Bagiasna, Dr.Ir. Indra Nurhadi Cs), untuk memecahkan masalah hidrodinamika agar melibatkan para ahli dari LAB.HIDRODINAMIKA INDONESIA, Surabaya , bagi sonar tentunya kita tidak bisa terlepas dari LIPI-LEN, dan untuk komunikasi akan amat bermanfaat bila kita mengetengahkan ETMI. Pengujian perhitungan konstruksi secara ilmiah bagi design kapal tentunya harus kita percayakan kepada LHI (Laboratorium Hidrodinamika Indonesia, BPPH/BPPT) dan ITS Perkapalan Surabaya (catatan: design kapal disiapkan oleh penulis, lengkap dengan pengujian lapangannya / field test), sedangkan secara keseluruhan dalam kaitan dengan keAngkatan Lautan kita serahkan kepada DISLITBANG TNI .Angkatan Laut . dan sebagai induk dari segala percobaan yang dilakukan oleh para pakar dalam bidang masing masing , kita manfaatkan PUSLITBANG KIM –LIPI .Salah satu dasar pemikiran untuk mengajak sebanyak mungkin pakar dalam bidang masing masing , untuk berpartisipasi dalam proyek ini , adalah suatu keyaki nan , bahwa makin banyak kepala yang ikut berpikir, sejauh termanage dengan baik dalam suatu arah yang pasti , hasilnya selalu akan lebih baik bila yang berpikir hanya satu atau dua kepala saja , yang kecuali tidak memiliki dasar pengetahuan yang mumpuni, juga memutuskan sesuatu hanya dengan dasar selera!

Dalam pelaksanaan dilapangan nantinya , setelah jelas rumusan design criterion dan penterjemahannya dalam satuan biaya serta batasan plafond anggarannya , maka sebaiknya kegiatan ini dikaitkan dengan BPPT yang pasti akan dengan mudah merealisirnya didalam salah satu Badan Industri Strategisnya , sekaligus didua galangan kapal agar dapat memacu persaingan yang positif diantara keduanya, antara lain PT Koja Bahari dan PT .PAL INA Surabaya ! Dengan demikian, tidak akan terjadi “mark up” yang akan merugikan Negara pada umumnya, dan Angkatan Laut khususnya, karena, tentunya, mereka diharap kan akan mengajukan suatu kalkulasi biaya yang paling mendekati kenyataan, dan serendah mungkin, untuk memenangkan persaingan tender tersebut! Atau, bahkan mungkin kita perlu mencoba membuat midget di suatu galangan kapal kecil akan tetapi memiliki prestasi yang tinggi, yaitu PT.CAPUTRA di Serang! Apabila kita berhasil membuat midget di galangan tersebut, maka mestinya, bila tugas ini kita bebankan pada galangan yang lebih besar, tentunya lalu tidak akan ada masalah, dan harus lebih berhasil dari sebelumnya.

3.6. Pemanfaatan program komputer terapan dan penggunaan model proporsional untuk memperkecil “trial and error” hingga seminimal mungkin, dan penggunaan senjata standard Angkatan Laut yang telah lebih dahulu ada.

Disaat ini, telah banyak program komputer terapan yang akan dapat menolong kita melaksanakan design, tanpa harus melakukan penelitian dari dasar. Dalam hal sistem kontrol, misalnya, kita dapat mempergunakan program “Simu link” dan “Matlab” dari The Mathworks Inc. sedangkan untuk perhitungan mate matis murninya, kita dapat menggunakan program “Mathematics” dari Stephen Wolfram. Dalam bidang bangunan kapal, telah tersedia juga program terapan se jenis itu pula, antara lain: program utama Lines Plan, Strength Calculation, Stability, dan program pendukungnya seperti Bonyean Curve, Hidrostatic Curve, dan lain lain.

Dalam hal membutuhkan pengujian, misalnya terhadap ketahanan badan tekan dalam menyelam dalam, kita dapat membuat model proporsional, dan melakukan pengujian dengan biaya yang relatif lalu menjadi amat murah, dari pada bila harus melakukan pengujian dengan kapal yang sebenarnya, didalam suatu pressure dock, sebagaimana yang dilakukan di HDW. Pengujian proporsionil praktis semacam ini telah pernah dipraktekkan di DEPMESHAR / PT.PAL, saat TNI.AL membutuhkan pertangungan jawab akan kekuatan poros balingbaling salah satu FPB ( dengan KKM Kapten, saat itu, Tatang) yang mengalami kebengkokan diluar wajar, dan diluruskan dengan suatu proses “cool drop forge”, untuk mencegah terjadinya perobahan terhadap struktur material stainless steel bahan poros tersebut. Pengujian praktis lain yang pernah dilakukan adalah menguji kekuatan cengkeram pemasangan hub balingbaling pada poros nya dengan menggunakan system SKF, pengujian ini bahkan pernah mendapat pu jian dari DR.Yamin dari TESCO Marine)

Tangki uji cukup dibuat dengan diameter sebesar tiga meter, panjang menyesuaikan panjang model, menggunakan “common commersial pipe”, yang bila dipandang perlu, diperkuat dengan pemasangan frame pada sisi luarnya. Model dibuat sekitar 10% sampai maksimal sebesar 15% dari ukuran midget sebenarnya, menjadi 330 centimeter panjang, dan 45 centimeter diameter, diperlengkapi dengan suatu sonde , dimasukkan kedalam test tank dan diberi tekanan. Model juga dapat dibuat dengan design lain, sejauh secara matematis dapat dibuktikan mampu mewakili persyaratan pressure hull serta memenuhi cri teria pengujian. Kenaikan tekanan dilakukan secara bertahap, untuk memberi waktu mendengarkan terjadinya “krimpen”. [ Referensi: pengalaman mengikuti kursus dan seminar vibrasi di PAU Dinamika dan Ilmu Rekayasa ITB Bandung, dibawah DR.Ir. Komang Bagiasna]. Proses diikuti secara terus menerus, dengan amat teliti, terutama setelah tekanan mendekati nilai teoritis, dimana model diper hitungkan akan mengalami collapse. Bila model selamat dari nilai collapse teoritis, percobaan dilanjutkan sampai terjadinya collapse sesungguhnya. Keseluruhan proses dicatat. Hasil percobaan dianalisa, terutama jarak antara nilai collapse teoritis dan nilai collapse riil, untuk menentukan, apakah model ini dapat dijadikan suatu patokan standard untuk membentuk pressure hull, atau masih perlu perkuatan lagi. Prinsipnya, kita mencari nilai keamanan yang tertinggi, akan tetapi, dengan pendekatan pemanfaatan material yang seekonomis mungkin! Disamping itu, pengujian juga dapat dilakukan secara ilmiah dengan menggunakan program SAP90 (dari CSI, Computer and Struc ture Inc), suatu program untuk menguji konstruksi statis maupun dinamis, dengan menggunakan finite elemen ( SAP90, the “SHELL” data block, IX-71, PAU Dinamika dan Ilmu Rekayasa ITB Bandung, periksa juga G.H.Ryder, “ Strength of Materials”, ELBS and Mac Millan). (Gambar khusus “E” model proporsionil dan “F” tangki uji model)

Dengan program terapan dan pengujian menggunakan model proporsional tersebut, jelas biaya design akan dapat ditekan menjadi serendah mungkin. Juga kegiatan yang didasari oleh “trial and error”, yang disamping menghabiskan wak tu juga pasti akan menghamburkan biaya yang tinggi, akan dapat dieliminir hingga sekecil mungkin. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, dengan cara cara yang telah diuraikan diatas, design midget lalu dapat dibuat dalam lingkungan TNI.AL sendiri dengan memanfaatkan keseluruhan potensi “technical heavy” yang ada, seperti S.T.T.A.L, Universitas Hang Tuah dan DISLITBANGAL, dengan keselu ruhan eselon pelaksana lapangannya, serta pengalaman para Perwira yang berkait -an dengan design suatu kapal. Hal hal yang berada jauh diluar cakupan kemampuan unsur teknologi TNI.AL, baru akan dilemparkan ke Lembaga Pendidi kan Tinggi untuk dimintakan bantuan penyelesaiannya. Disini lebih ditekankan, bahwa dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan teknologi kelautan, lebih lebih lagi teknologi kapalselam, seharusnya the Navy leads the way”!

Untuk persenjataannya, serta sensor tempur, rasanya paling tepat bila midget juga menggunakan senjata standard bawah air yang telah lebih dahulu dimiliki oleh TNI.AL, yaitu torpedo SUT (Surface and Underwater Torpedo) ex A.E.G Jerman (yang telah diproduksi oleh I.P.T.N., kini PT.DI), serta sonar dari K.A.E. (Krupp Atlas Elektronik) Jerman, yang diperuntukkan bagi KS tipe U-209/1300 kita. Dengan demikian, maka perawatan maupun pengujian torpedo maupun sensor tempur tersebut lalu dapat diringkas menjadi satu, dan tidak membutuhkan pembangunan suatu fasilitas baru. Akan amat jauh lebih baik lagi, bila kita dapat merangkul LEN (juga LIN dan LIPI tentunya) untuk memperoleh segala peralatan elektronika maritim, yang dibuat di Dalam Negeri, sehingga kita dapat menentukan pemanfaatan peralatan tersebut semaksimal mungkin, tanpa di”kebiri” oleh penentu kebijakan militer dari negara tertentu, yang tidak akan pernah menyukai kalau kita memiliki Angkatan Laut yang kuat!

Akan tetapi, untuk penghematan, tidak tertutup kemungkinan kita menggunakan kembali torpedo (catatan: kalau masih ada) sisa Whiskey Class ex Rusia, seperti steamgas straight run ET-80, ataupun SAET-40, torpedo elektrik terkendali yang menggunakan kepala pelacak sonar pasif. Torpedo yang terakhir ini merupakan pengembangan dari torpedo Jerman ex Perang Dunia ke II, LUT (Lage unabhangiger torpedo), torpedo yang dapat ditembakkan tanpa tergantung pada haluan penembakan, yang biasanya ditembakkan dari peluncur buritan, dalam proses withdrawal, guna menghantam kapal lawan yang mencoba mengejar kita, tepat dihaluannya, cutting the throat!

3.7. Kemungkinan membentuk pressure hull dengan ketahanan yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk kedalaman selam.

Untuk pembuatan pressure hull , kecuali dapat dilaksanakan dengan melak sanakan pengerolan terhadap plat kwalitas khusus PT . Krakatau Steel , rasanya juga perlu dipertimbangkan dengan membuatnya dengan Fiber glass. Dalam hal ini , pengalaman PT . IPTN yang telah berhasil menguasai teknologi komposite material guna pembuatan bagian bagian pesawat terbang yang bobotnya harus ringan tetapi harus tetap mampu menerima beban yang besar ( dan mengejut / impact ) dapat diajukan sebagai calon tunggal .Pembuatan pressure hull dengan komposite material , kecuali akan memperoleh hasil suatu kapal yang akan mengalami penurunan magnetic signature secara drastis , juga sekaligus akan dapat menerapkan filosophi unit tempur ‘’elite’’ yang dengan alat yang semurah mungkin , akan dapat menimbulkan kerugian yang sebesar mungkin dipihak lawan – dengan pressure hull yang terbuat dari fiber glass , atau komposite material , maka berat kapal akan secara keseluruhan menjadi lebih ringan , sedang daya apung relatif tetap , dengan demikian , midget akan dapat membawa peralatan tempur / persenjataan yang lebih banyak .Penurunan magnetik signature nya sendiri ( walaupun tidak akan lalu menjadi 100 % amagnetik ) , akan membawa keuntungan amannya operasi midget didaerah perairan dangkal yang ditebari ranjau dasar magnetik .

Akan ditinjau juga kemungkinan membangun badan tekan dengan menggunakan kaki/leg dari oil drilling rig, seamless steel, yang merupakan silinder baja berdiameter sekitar tiga meter lebih. Kemungkinan ini akan lebih mempermudah kita dalam membangun midget, sebab leg semacam ini tersedia dipasaran umum secara terbuka. Disamping itu, agar kita tidak terlalu terpaku pada penggunaan baja khusus FE 510D (yang dipergunakan di midget S-150 dan S-200 Fincantieri, dan midget type SWATS Cosmos), atau HY-80 (yang dipergunakan di KS type U-209 HDW) serta HY 100 ( dipergu nakan di SSK type Seawolf US Navy) berderadjat elongasi tinggi untuk pembuatan badan tekan, ataupun HLES 80 Perancis, high yield weldable steel yang setara dengan HY 100 US, yang dipergunakan dalam kapalselam Scorpene CM 2000 mereka, dimana (kecuali HLES 80 ) amat besar kemungkinan kita akan mengalami kesulitan untuk memperolehnya secara terbuka, kita perlu mencoba mengadopt teknologi “rohr stucken rump” dari midget Jerman tipe “K”, dan kini disebut dengan istilah “torroidal hull” yang dipergunakan pada midget tipe S-300 dari Fincantieri Italia.

Juga, mutlak perlu dipelajari, bagaimana Jerman pada tahun 1944 telah dapat membuat midget tipe “Molch” [ Ref: Harald Fock 62] yang ber pressure hull setebal hanya tiga milimeter, ulangi , hanya tigamilimeter, akan tetapi mampu menyelam sampai kedalaman 40 meter, bahkan dalam bebe rapa event, mencapai 60 meter, tanpa mengalami collapse! Kemungkinan, hal ini dilakukan dengan menambah kerapatan frame, dengan “Spider web design”, sedemikian rupa sehingga akan amat mempertinggi tegangan permukaan pressure hull. Kesemuanya ini akan diuji baik dengan membentuk model proporsionil, maupun melalui program SAP90, sebagaimana tersebut dalam point 3.6. terdahulu. (Gambar khusus “G” spider web design)

3.8. Midget , sebagai suatu sarana untuk mengcover daerah lawan dengan resiko sekecil mungkin .

Midget , kita ambil salah satu contoh yang terkecil , type CM 1-3 (1943, Italia) misalnya , dengan suatu aksi radius sebesar 2000 km (dengan cepat 9 knot) , akan mampu mengcover daerah musuh yang amat luas !Dan dalam coverage areanya , midget tidak akan memandang bulu ,apakah daerah tersebut kedalaman nya lebih dari 70 meter , dalam ideal minimal bagi pengoperasian KS type U – 209 / klas 1300 yang telah lebih dahulu kita miliki , maupun kedalaman nya hanya 40 meter, bagi midget hal tersebut tidak akan menjadi masalah. “Detect vulnerabili -ty”nya akan tetap rendah , sedangkan “kill probability”nja akan tetap tinggi . Di mana-mana musuh akan mengalami kesulitan untuk menemukannya , akan tetapi pada sisi midget , dengan mudah suatu midget akan dapat menghancurkannya!

Dalam hal melaksanakan kegiatan melepas satuan komando untuk melakukan sabotage terhadap instalasi musuh , ataupun melaksanakan penculikan terhadap para pejabat pihak lawan , midget dapat melaksanakannya dengan mendekat sedekat mungkin kepantai lawan , sehingga akan memperkecil kemungkinan gagalnya mission tersebut , karena penurunan para komando tersebut dilaksanakan relatif tepat didepan hidung lawan yang akan dijadikan sasaran ,dan ini dilaksana kan dengan probability terdeteksi yang tetap rendah! Hal yang samapun terjadi , bila kebetulan midget mendapatkan tugas untuk menyelamatkan rekan rekan kita para penerbang yang jatuh atau terdampar didaerah musuh .

Adalah amat lain masalahnya ,apabila yang ditugasi melaksanakan kegiatan tersebut kapal dari type U-209 / 1300 , yang secara logika , karena bentuk badan nya yang demikian besar lalu akan jadi amat mudah terdeteksi ! Dari uraian ini , dapat diambil kesimpulan sementara , bahwa midget benar benar memenuhi persyaratan sebagai suatu wahana perang yang dapat mengcover hampir seluruh kegiatan kapalselam yang berkaitan dengan lawan, hanya berkurang dalam segi kwantitas kapasitasnya saja, akan tetapi, kekurangan ini kemudian mendapat imbangan yang berupa faktor pernyataan resiko yang justru lebih kecil. Sayang, bahwa pengetahuan penulis tentang Operation Research terlalu amat dangkal, sehingga tidak dapat menggambarkan pernyataan ini dalam bentuk kwantitatif, minimal rumusan pendekatan melalui model model matematis. Maaf.

3.9. Membuat peralatan perang dengan memanfaatkan ‘’common commersial goods ‘’

Sebagaimana telah diuraikan dalam titik 1 . 2 . terdahulu , bahwa midget diharapkan dapat dibuat dengan biaya semurah mungkin . Jadi tentunya , kita ha rus berusaha membuat midget ini nanti dengan memanfaatkan komponen yang telah umum tersedia di Tanah Air , paling tidak komponen yang berupa ‘’common comercial goods ‘’yang diproduksi secara umum dalam jumlah yang besar dan terdapat tersebar luas dipasaran bebas . Dengan demikian , kita lalu akan memper oleh jaminan tersedianya dengan mudah sukucadang yang kita butuhkan , dengan harga yang relatif murah , dan setiap saat dapat kita peroleh tanpa harus menung gu berlama-lama . Hal ini dari sisi logika logistik akan lalu berarti jaminan rendah nya down time bagi kapal tersebut , yang disisi lain dari sudut pandang logika ope rasi dapat dibaca sebagai tingginya reliability midget !

Hal ini adalah untuk menghindari terjadinya penggunaan komponen khusus , sebagai contoh suatu poros baling-baling kapal FPB buatan PT. PAL, yang berada jauh diluar apa yang kita maksudkan dengan ‘’ common commersial goods ‘’: po ros tersebut amat panjang , didesign khusus hanya bagi kapal tersebut ,yang nota bene jumlahnya didunia ini tidak terlalu amat banyak . Dapat dibayangkan , betapa sulitnya untuk dapat memperoleh suku cadang poros tersebut , baik dari harganya ,yang tentunya lalu akan amat mahal karena prosesnya menjadi semacam ‘’taylor made‘’ , belum lagi lead time yang tidak menentu karena baru sedang akan dibuatkan , sebab tidak akan ada perusahaan yang mau menginvest barang tersebut . Apalagi kalau sudut pandang kita agak kita perluas sedikit , dengan berpikir tentang ketergantungan kita pada satu pabrik pembuat poros yang berada diluar negeri ,yang karena suatu pergeseran pandang dalam bidang politik dapat saja tiba-tiba berubah sikap kepada kita dengan meng ‘’embargo’’ poros tersebut, yang pasti akan membuat down time kapal kita menjadi berkepanjangan tidak menentu!

Salah satu contoh riil dalam penggunaan ‘’common commercial goods’ yang dipergunakan dikapal perang adalah Diesel penggerak generator type 6VD 18 / 15-AL-I dan AL-II ,dengan kapasitas 410 HP/236 KW / 350 KVA dari Elbe Werk Rosslau , Jerman ( Timur , saat itu ) yang dalam keadaan umum diperguna kan sebagai diesel bagi traktor pertanian ataupun sebagai penggerak generator da rat pembangkit tenaga listrik didesa-desa Jerman ( Timur ) , tetapi pada sisi militer juga dipergunakan sebagai penggerak generator di kapal perang type Korvet Pe nyergap dari klas PARCHIM dan kapal pendarat tank dari type FROSCH I dan II .Dari sini akan dapat kita lihat beberapa keuntungan, minimal , karena konstruksi nya yang sederhana dan dipergunakan orang banyak, maka biaya pembuatannya pasti akan jadi lebih rendah, termasuk juga rendahnya biaya design / konstruksi . Disamping itu , dalam keadaan perang , apabila situasi menjadi parah , kita dapat dengan mudah ‘’meminjam ‘’ sukucadang maupun unit unit diesel yang terdapat tersebar diseluruh negara .

Tentu saja hal ini pasti akan amat berbeda dengan diesel ‘’khusus’’ seperti MTU yang amat terkenal , dan yang amat mahal, yang tersebar di unit operasionil kita , yang dari satu unit keunit yang lain , walaupun powernya relatif sama , RPM nyapun relatif sama , tetapi typenya dibuat berbeda , sehingga sukucadangnya tidak dapat saling dipertukarkan. Simak saja bagaimana kita dipermainkan oleh para bussinesman mereka (dan “agen agen”nya yang berada diantara kita): motor pokok bagi Korvet ex Wilton Feiyenord, Belanda, bagi LST ex Korea, dan Kapal Latih ex Yugoslavia, semua memiliki power yang sama, memiliki RPM yang sama, tetapi, coba pertukarkan sukucadang mereka, pasti tidak ada yang akan cocok!

Hal semacam ini bisa-bisa menimbulkan kesan , kita dijadikan macam prufkaninchen, ’kelinci percobaan’bagi produk perusahaan tersebut, yang mungkin tidak pernah dipergunakan oleh Angkatan Laut Negara lain, dan ke mudian di‘’manage’’ sedemikian rupa, dijadikan semacam milchkoe, “sapi perahan”, untuk senantiasa menjadi pasar yang berkelanjutan bagi sukucadang mereka ,yang harganya juga relatif tidak murah !Dan ,yang tidak kurang parahnya , adalah kita relatif tidak pernah memperoleh kompensasi yang seimbang dengan apa yang kita terpaksa lakukan untuk mereka : kita tidak pernah ditawari after sales service yang harusnya tersedia dengan harga murah , tidak pernah ada suatu hasil penelitian yang merubah ‘’run time’’ bagi suatu sukucadang tertentu yang dalam kenyataan dilapangan ternyata tiga sampai empat kali lipat lebih panjang dari apa yang ditentukan sebelumnya dengan analisa statistik ‘’ wash bassin diagram ‘’ yang dibuat untuk amat menguntungkan produsen sukucadang ! (Pengalaman sebagai Kadepmeshar PT.PAL menangani overhaul main engine LST ex Korea, dengan KKM Mayor Widentyono, kini Laksma: karena tidak adanya suku cadang, maka main bearing, yang memang secara pengamatan fisik masih cukup tebal, dipakai sampai tiga kali overhaul, sedangkan menurut para “ahli” mereka, ahli disini sengaja ditulis dengan tanda trema, sebab disini keahliannya bukan dalam bidang teknis, tetapi lebih menjurus kedalam bidang business, menjamin lakunya suku cadang yang mereka persiapkan: seharusnya sudah diganti tiga kali, diganti dalam setiap kali pelaksanaan overhaul! )

3.10. Biaya pemeliharaan kapal, sebagai sarana untuk mempertahankan daur hidupnya, salah satu factor penentu utama yang harus diperhitung kan dalam proses pengadaan kapal.

Agar suatu kapal selam dapat beroperasi dengan baik sepanjang waktu daur hidupnya, maka kapal tersebut mutlak perlu mengalami pemeliharaan. Pemelihara an kapal terbagi bagi dalam berbagai bentuk, antara lain dari siapa yang harus melaksanakan pemeliharaan tersebut. Pemeliharaan organik, misalnya, merupakan pemeliharaan yang biasa dilakukan oleh awak kapal sehari harinya, termasuk giat “trit smotkrit”, buka periksa alat alat senjata. Pemeliharaan intermediate, dilakukan oleh otoritas pemeliharaan kapal dari Armada, sedangkan pemeliharaan tingkat depo, dilakukan oleh Galangan Kapal, dengan mandat dari MABESAL. Pemba gian kegiatan pemeliharaan yang lain adalah berdasarkan jam putar dari pesawat dalam kapal. Betapapun, apapun namanya, serta apapun jenis serta cara pemba giannya, setiap pemeliharaan membutuhkan biaya.

Biaya terrendah dibutuhkan oleh pemeliharaan harian, organik, yang dilakukan oleh awak kapal.Biaya tertinggi dibutuhkan saat kapal harus mengalami pemeliharaan tingkat depo, dimana kondisi teknis kapal, baik permesinan, lam bung serta peralatan senjata, kendali senjata dan sensor dikembalikan pada posisi jam putar nol. Biaya ini rata rata besarnya sekitar sepuluh persen dari harga kapal baru disaat ini! Sebagai sekedar contoh, biaya overhaul KRI. Cakra / 401 di Galangan Kapal Korea Selatan, telah menghabiskan uang sebanyak US$. 64. 000 .000.- (enampuluhempat juta US dollar)! Itupun, kondisi kapal sekedar kembali menjadi kondisi awal saat jam putar nol, dan bukannya lalu menjadi lebih baik dari saat barunya. Sebagai catatan tambahan: pressure hull kapalselam, dengan pertambahan umur kapal, serta beban menyelam dikedalaman yang berlebihan, mau tidak mau pasti akan mengalami kemunduran kemampuan menerima tekanan, dan masalah semacam ini tidak akan mungkin diperbaiki dengan overhaul! Kapalselam lalu akan mengalami penurunan kemampuan kedalaman menyelam, yang besaran nya tidak akan pernah dapat kita hitung!

Lain lagi halnya, kalau pemeliharan tersebut merupakan suatu kegiatan “mid live prolongation”, yang meningkatkan kwalitas persenjataannya, menggantinya dengan system senjata dengan teknologi terkini. Lebih lebih lagi pada giat “end live modernization”. Akan tetapi, biaya untuk melaksanakan hal tersebut pasti tidak akan kurang dari dua sampai tiga kali lipat biaya overhaul lima tahunan yang rutin!

Dengan demikian, dapat dibayangkan, bila kita membuat midget, dengan biaya US$.7.000.000.- (tujuh juta US dollar), maka untuk pemeliharaan tingkat deponya, kita hanya akan menghabiskan dana maksimal US$.700.000.- (tujuhratus ribu US dollar) saja! Biaya ini tentunya lalu akan menjadi tidak terlalu berat bila harus disangga oleh Angkatan Laut, dibandingkan dengan biaya US$.64.000.000.- untuk overhaul kapalselam type U-209 ex HDW, yang habis hanya untuk mengembalikan kapal tersebut pada posisi nol jam putar, dengan teknologi persenjataannya masih tetap teknologi tahun 1980! Biaya ini bahkan lalu dapat dipergunakan untuk membuat sembilan midget baru, type IM X-1 yang kita impikan, dengan persenjataan menyesuaikan dengan apa yang menjadi kehendak Staf Operasi Angkatan Laut kita!

3.11. Midget ditinjau dari sudut pandang kemajuan teknologi .

Tentunya akan timbul suatu pertanyaan , bila ‘’midget’’ memiliki suatu kono tasi yang relatif sama dengan suatu ‘’kapalselam’’ , dan kita juga tahu bahwa ‘’nenekmoyang ‘’ kapalselam adalah Jerman , lalu mengapa kita tidak berkiblat ke pada midget Jerman saja ? Jawabannya amat mudah , dari segi historis, midget Jerman tidak pernah menjadi topik pembicaraan dalam menimbulkan kerugian yang besar dipihak lawan , tetapi , midget satuan khusus Angkatan Laut Italia benar benar menjadi momok bagi satuan Angkatan Laut Inggris yang beroperasi di Laut Tengah ! Karena itu , rasanya pasti kita akan lebih beruntung bila kita mem peroleh kesempatan untuk memilih midget yang didesign sesuai dengan resep pizza ala Italia!

Dari segi teknologipun , akan ada jawaban yang menunjang: dari sisi Jerman , kita telah memperoleh beberapa bagian / walau belum 100 % , dari teknologi kapal selam Jerman . Hal ini diawali dengan pembangunan KS type U-209 / 1300 seba nyak dua kapal di HDW ( Howaltswerke Deutsche Werft ) Kiel, pada sekitar tahun 1977 s/d 1980 yang lalu ( Bau 135 : KRI . CAKRA / 401 dan Bau 136 : KRI . NANGGALA / 402 ) . Kemudian , pengetahuan tersebut ditambah dengan adanya kegiatan overhaul kedua kapal tersebut di HDW pada sekitar tahun 1986/1987 ( CKA/401 ) dan 1988/1989 ( NGL/402) , yang lalu berhasil membuahkan kemam puan kita untuk melaksanakan sendiri overhaul kapalselam didalam negeri / dhi. di PT.PAL . Jauh hari sebelum itu , kita juga sudah sangat akrab menggeluti KS type Whiskey Class dari Rusia . Dan disaat ini , kita sedang mengikuti pelaksanaan overhaul dan tropikalisasi KS type U-206 / 450 sebanyak 4 ( kemungkinan akan berkembang menjadi 5 ) kapal , juga di galangan HDW Kie.(Catatan: konsep dasar tulisan ini dibuat saat penulis masih dalam penugasan sebagai Technical Supervisor di SATGAS YEKDA KASEL tipe U-206/400, di HDW, Kiel, Jerman, pada tahun 1997)

Karena itu , tentunya wajar apabila kita mulai berpikir untuk memperoleh tek nologi dari sisi yang lain : midget A-300 dari galangan Fincantieri, atau midget type SWAT dari Cosmos Italia . Dengan bekal pengetahuan dasar KS type Whis key class , type U-209/ 1300 dan type U-206 / 450 ,pasti akan lebih mudah bagi kita untuk mempelajari midget Pakistan / design Cosmos Italia tersebut . Dan , bu kannya tidak mungkin , bahwa kita lalu justru akan dapat lebih menyempurnakan midget tersebut berdasarkan pengalaman kita yang terdahulu , yang kita peroleh dari dari kapalselam yang lebih besar . ( sebagai mana ketika seorang Perwira yang dengan idea “gila”nya, justru memberikan saran kepada HDW untuk meredesign regel bunker , ketika team HDW dan TNSW kalangkabut kesukaran karena tidak memperoleh space bagi peralatan tropikalisasi seperti AC ,reverse osmosis , kompresor dan ruang pendingin bahan makanan serta kompresor UTT dublir ,dimana Perwira dengan “idea gila” tersebut bukan sekedar mengajukan saran yang mentah , tapi bahkan sudah dengan perhitungan kesetimbangan “Buoyancy equal to Gravity” serta “sigma moment equal to zero” saat kapal menyelam. Kebenaran perhitungan “Perwira gila” tersebut terpaksa mendapat acungan jempol dan diakui oleh team HDW (Dipl. Ing.Walter Freitag, Dipl.Ing. Schuld) dan team TNSW (Dipl.Ing Klein), dengan disaksikan oleh Laksamana Aboe dari BPPT, yang sempat berkomentar:”Djat, kamu ini gila, masak Jerman yang nenek moyangnya pembuat kapalselam masih harus kamu ajari menghitung kesetimbangan untuk melaksanakan modifikasi tropikalisasi kapalselamnya sendiri!”. Periksa juga recommendation letter dari HDW ). Hal ini juga bukannya hanya berlaku satu arah , ada kemungkinan , bahwa suatu saat nanti , proses ini dibalik , kita ambil manfaat dan kelebihan pengoperasian kapal midget untuk me nyempurnakan kekurangan yang mungkin saja masih terdapat pada kapalselam yang lebih besar !

Disamping itu, masih ada lagi suatu keuntungan dalam teknologi pembuatan midget, bila dilaksanakan diDalam Negeri. Teknologi pembuatan midget lalu akan merupakan suatu teknologi yang berlanjut berkesinambungan, amat berlainan dengan kalau kita senantiasa membeli kapalselam dari Luar Negeri, yang lalu akan merupakan teknologi yang terputus putus, dengan kurva kemajuan yang bentuknya lalu menjadi seperti gigi gergaji (saw tooth curve)!!

3.12. Bagaimana kelebihan performance kapalselam yang lebih kecil dengan segala signature yang lebih rendah, dibandingkan dengan kapal selam yang lebih besar.

Dalam mempersiapkan diri untuk mengawaki dan membawa pulang KRI Cakra /401, kapalselam type U-209 buatan HDW Jerman, maka kami, awak kapalselam TNI.AL dilatih dikapalselam type U-205/206 milik German Navy, yang berbobot hanya sekitar 450 ton. Kebetulan, bahwa saat kami melaksanakan sadaca, waktunya bersamaan dengan waktu pelaksanaan latihan bersama Angkatan Laut Negara NATO, yang disebut dengan sandi “NATO TEAM WORK 80”. Kami, penulis (calon KKM CKA/401) bersama kapten G.R.Indiyanto (calon Palaksa CKA/401), berada dikapal selam U-22, yang berperan sebagai pihak Merah, dan ditugaskan menghadang Battle Group NATO diperairan sekitar Swedia. Ketika saatnya tiba, komandan kapal membawa U-22 bermanuvra demikian lincahnya, mencegat dengan mendekati sebuah kapalselam Amerika yang bertenaga atom. Detik demi detik dilalui, dan semua posisi dari waktu kewaktu dicatat dengan cermat dalam journal. Sampailah U-22 kesuatu posisi point blank range / titik mati penembakan torpedo (suatu titik yang demikian dekatnya dengan kapal lawan, sehingga probabilitas lawan untuk selamat dari tembakan torpedo kita relative nol), dan Komandan memerintahkan menembak kan torpedo secara simulasi, dengan salvo dari dua peluncurnya. Setelah itu, U-22 melakukan withdrawal, pengunduran diri dari palagan, kembali ketempat yang aman menunggu lewatnya mangsa yang baru. Selama itu, mulai dari proses approach, torpedo attack sampai withdrawal, tidak ada satupun tanda tanda, bahwa pihak lawan mengetahui kehadiran sebuah kapalselam kecil milik lawan, yang telah “menikam” mereka dari jarak yang demikian dekatnya. Tidak ada manuvra avoiding/penghindaran, yang akan menunjukkan, bahwa mereka menyadari kehadiran U-22! Ketika kemudian, U-22 sempat naik kekedalaman periskop dan melaporkan keberhasilan tersebut kemarkas kapalselam pihak “Merah”, segera muncul telegram, yang berbunyi “bravo zulu, ticket to Siberia cancelled”!

Keberhasilan U-22 menenggelamkan kapalselam atom Amerika ini dibukti kan kebenarannya dalam wash up yang dilakukan kemudian di AWU, semacam attack teacher KOLATARMA kita, di markas U-boot Flotile I (Flotila Kapalselam Jerman I) di Eckernforde. Komandan U-22 (yang cuma berpangkat kapitan leute nant, setingkat kapten kita), menyatakan, bahwa kapalselamnya berhasil meneng gelamkan kapalselam atom Amerika. Komandan kapaselam Amerika (yang ber pangkat captain of the Navy, setara dengan kolonel kita), tentunya merasa amat jengah, dan meminta sang kapten muda membuktikan ucapannya. Sang kapten mu da dari U-22 membuka journal U-22, dan meminta dengan hormat, agar sang colo nel mencocokkannya dengan journal kapalselam atom sang kolonel. Ternyata, bahwa pada hari, tanggal dan waktu yang diclaim oleh sang kapten, kedua kapalse lam secara bersamaan memang berada dalam posisi point blank range, yang amat dekat satu sama lain, hanya 600 meter! Keberhasilan ini disebabkan karena, kapal selam sang kapten, U-22 yang relative kecil, memiliki suatu noise signature, sonar signature (acoustic power intercepted Pi = πa2Ii dimana a radius sasaran, Ii inntensitas pancaran sonar, dan target strength TS= 10 log (a2/4), maupun magnetic dan thermal signature yang amat kecil, sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak dapat dideteksi oleh sensor kapalselam atom, yang sebenarnya jauh lebih canggih, akan tetapi, tidak dapat mendengarkan dengan lebih baik karena relative “tuli” oleh kebisingan yang ditimbulkan oleh peralatan bantu serta desing turbin mereka sendiri, yang memiliki angka db (decibel) yang relative amat ting gi!( periksa juga William S. Burdic, “Underwater Acoustic System Analysis” Prentice Hall Inc. khususnya point 12 Acoustic Characteristic of Targets, mulai hal.361, dan Gunnar Ohlund, “Design of submarines for stealth and surviveabiliyty”, Undersea Defence Technology, halaman 114 Conference Proceedings 1997, dari Kolonel Suleman Banjar Nahong.)

3.13. Peningkatan exploitasi “acoustical advantages” pada midget.

Pada titik diatas, telah diuraikan keuntungan kapalselam yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kapalselam type yang lebih besara. Keuntungan tersebut dikenal secara umum sebagai suatu “acoustical advantages”, suatu karakteristik yang mutlak harus dapat kita aplikasaikan pada design midget. Dengan keuntung -an semacam ini, maka midget akan dapat mendeteksi lawan terlebih dahulu, sebelum ia sendiri terdeteksi. Dengan demikian, maka midget akan memilikiki kesempatan untuk tracking kapalselam lawan, menempatkan dirinya pada posisi yang paling menguntungkan untuk menembakkan torpedonya!

Pada dasarnya, acoustical advantages merupakan hasil daripada keselu ruhan usaha peningkatan signal to noise ratio pada alat deteksi kapalselam, teruta ma pada system sonarnya. Hal ini dapat dilakukan melalui dua hal, yang pertama adalah peningkatan sensitivitas penangkapan hidrophonenya, sedangkan hal beri kutnya adalah pengurangan atau penekanan noise hingga seminimal mungkin. Noise yang harus disupressi/ditekan hingga serendah mungkin, yang masih berada dalam jangkauan kemampuan kita, adalah:

· Environmetal noise, noise yang beasal dari lingkungan, dari biota laut seperti clamping shrimps dll. Noise semacam ini tidak mungkin dapat ditekan, melainkan harus kita kenali dengan sebaik mungkin, sehingga kita lalu akan dapat senantiasa mewaspadai, menyadari bila sewaktu waktu ada signal kapal lawan dibalik noise semacam ini.

· Hydrodynamical noise: noise ini berasal dari proses terkuaknya bidang vertical air oleh haluan kapal dan bidang kapal lainnya, seperti anjungan, yang membentuk bidang yang tranvesal terhadap sumbu aliran air. Noise ini dapat direduksi dengan menggunakan suatu hydrodynamical axis streamline simetrical bow shape, atau singkat nya dikenal dengan dolphin nose shape hull, yang dimulai oleh kapal selam Perancis class Amethyste. Mungkin, perlu juga diperkenalkan sirip pembatas jalur aliran laminar sebagai mana yang terpasang pada sayap pesawat pemburu MiG-29 “Fullcrum”.

· Self noise atau radiated internal noise: noise ini merupakan suatu vi brasi yang datang dari semua peralatan bergerak dari dalam kapal, antara lain motor listrik pokok, omvormer dan semua auxiliary egine. Noise jenis ini dapat ditekan hingga seminimal mungkin dengan menggunakan motor listrik yang brushless, dan pemasangan engine mounting secara tidak langsung kebadan kapal, melainkan mengguna kan suatu body platform menggantung, yang menggunakan double elastic mounting. Mounting ini kecuali akan berfungsi sebagai shock absorber, peredam vibrasi, juga sekaligus akan berfungsi sebagai suatu filter dari getaran frekwensi rendah.

(gambar khusus “ “H” accessible hull skin dan pemasangan double sided vibration damper)

3.14. Konsep pengoperasian midget secara garis besar.

Mengingat, bahwa midget, dirancang untuk menjadi substitusi penuh dari kapalselam, dan bukan sebagai sekedar alat transportasi satuan tempur elite semacam SDV (Swimmer Delivery Vehicle) yang diperkhususkan bagi awak SEAL US Navy, maka diharapkan, bahwa midget akan dapat mengambil alih semua peran tempur yang dimiliki oleh kapalselam. Untuk itu, disarankan agar pengopera sian midget dapat dilaksanakan dengan merujuk pointers peran tempur pada buku ” Pengoperasian kapalselam type U-209 dalam menunjang tugas pokok HAN KAMNAS dilaut”, TASKAP PASIS DIKREG X SESKOAL T.A. 1983-1984. Dengan catatan, bahwa peran tempur yang selama ini belum pernah dilakukan dikapalselam type U-209, pelaksanaannya akan dirintis didalam pengoperasian midget. Hasilnya akan difeed-backkan kesatuan pengguna KS type U-209, guna melengkapi pembuatan buku pukulan kapal tersebut. Dengan demikian, maka nilai operasionil midget, minimal akan setara dengan nilai dana yang telah dikeluarkan oleh Negara , yang dipergunakan dalam pembangunannya! Sekedar sebagai infor masi, pada saat kertas karya perorangan tersebut diatas ditulis pada tahun 1983-1984, dari sekitar 68 peran yang seharusnya dapat dilakukan oleh KS type U-209, baru sekitar 22 yang pernah dilaksanakan! Didalam penyajian taskap tersebut, sempat terjadi perang mulut antara penyaji dengan Dosen Penguji Kolonel Santosa, karena penyaji merasa diremehkan kemampuan nya, dengan komentar Penguji, yang menyatakan, bahwa penyaji sebagai seorang Perwira korps Teknik, tidak wajar dan kurang patut kalau menulis taskap tersebut. Yang dipandang patut menulis taskap dengan isi seperti itu adalah seorang Perwira korps Pelaut. Perang mulut ini dilerai oleh WADAN SESKOAL, Laksamana Taufik Rachman, dengan mem “break” penyajian, diseling dengan istirahat makan siang! Belum pernah dalam sejarah SESKOAL, ada penyajian taskap sempat di”break”!

3 . 15 .Mengapa berkiblat pada “Pakistan Navy”.

Pertanyaan diatas , tidak sebagaimana pertanyaan teknis yang lain , amat tidak mudah untuk dijawab , karena tidak adanya suatu rumusan yang pasti , seba gaimana dua kali dua samadengan empat ! Mungkin , jawaban yang agak tepat adalah , bahwa antara awak kapalselam Angkatan Laut kita dengan Angkatan Laut Pakistan terdapat suatu tradisi kerjasama yang amat erat ,yang dimulai sejak '‘kun jungan'‘ kedua kapalselam type Whiskey class kita ( KRI . BRAMASTA / 402 dibawah Komandan Jasin Sudirdjo (Alm) dengan KKM R.Satrio (Alm) serta KRI . NAGARANGSANG/404 dibawah Komandan Basuki dengan KKM IGB Putu Barata) ke Pakistan pada sekitar tahun 1960 yang lalu , justru saat mereka sedang sibuk sibuknya berperang melawan negara tetangganya , India.

Dengan adanya tradisi tersebut ,akan dapat dipastikan bahwa kita akan mem peroleh amat banyak pelajaran dari pengalaman mereka mengoperasikan midget sejak tahun 1955 yang lalu , dan hal ini pasti akan lebih baik dari pada apa yang ter jadi dengan kapal yang kita beli dari Negara Barat yang biasa selalu berusaha menutupi kemungkinan kita untuk memperoleh pelajaran taktis khusus pertempur an bawah air ( antara lain bagaimana kita harus mengarahkan torpedo kita saat kehilangan kontak , apakah diturunkan lebih rendah lagi dari lower limit atau di naikkan keatas lebih tinggi dari upper space , dan apa yang dapat kita pakai untuk menentukan keputusan ini , apakah perobahan Doppler frekwensi lawan , atau ada parameter lain yang dapat dijadikan patokan yang lebih tepat. Kita juga sama sekali tidak memperoleh projektil Bold, suatu decoy berbentuk reagen kimia KOH yang dalam persinggungannya dengan air laut akan membentuk gelembung busa yang amat besar volumenya, sedemikian rupa sehingga akan menyelimuti KS kita, dan akan meredam pancaran sonar lawan, kita juga tidak memperoleh Pillenwer fer, tabung logam aktif pemantul pancaran sonar lawan, walau kapalselam kita dalam kenyataannya diperlengkapi dengan pelontar Bold dan Pillenwerfer terse but. ( gambar khusus “K” alat Bantu operasi Bold, Pillenwerfer dan torpedo decoy ). Dari sisi sistem udarapun, mereka kini menggunakan pembersih CO2 dari Dornier, dengan LiOH yang dapat diregenerasi, yang berbobot ringan, volume kecil, sedangkan kita disuruh menggunakan soda-lime yang bobot persediaan satu basic-loadnya empat ton, dan volumenya mencapai hampir dua meter kubik. Belum lagi procedure pendukung taktik, memeriksa karakteristik propagasi sonar, dengan mengukur air laut sekitar kita dengan sonde CTD, Conduktivity, Tempera tur and Density, dan peralatan Sound Path Analyzer serta Sound Velocity meter, terlebih lagi penggunaan Submarine Chart, yang betul betul mereka sembunyikan dari mata kita! Selain itu, secara fisik teknis, sonar kita KAE CSU 3.2., rentan ter hadap bombardemen signal akustik dalam intensitas tinggi, tidak sebagai sonar m ereka, yang walaupun tipenya lebih usang dari sonar milik kita, akan tetapi, telah diperlengkapi dengan semacam filter Kalman/ bandpass filter ), dengan alasan bahwa taktik ini merupakan taktik gabungan NATO ataupun alasan yang lain. Pokoknya, mereka secara halus senantiasa menipu kita, dengan mengebiri potensi tempur kapalselam kita!Dengan demikian, bila (dan hanya bila) kita terpaksa harus berperang melawan mereka dan/atau salah satu Negara sekutu mereka, maka mereka akan dengan mudah mengexploitasi kelemahan kita, yang memang telah mereka design terlebih dahulu sedemikian rupa, untuk kemenangan mereka!

Disamping itu , midget bagi Angkatan Laut Pakistan adalah merupakan suatu wahana perang yang telah benar benar teruji dilapangan , mereka telah belas an tahun mengoperasikannya dengan menghadapi lawan yang jelas dalam suatu situasi perang yang sesungguhnya , sehingga boleh dikatakan , midget mereka su dah dibaptis dengan darah !

Secara politis strategispun , kalau penulis boleh mengatakannya begitu , bila kita berqiblat pada midget Angkatan Laut Pakistan , keuntungannya juga tidak ke cil . Dengan adanya ikatan antara kita dengan mereka , maka mau tak mau , negara tetangga kita bersama , yaitu India , yang amat berambisi untuk menyatakan bahwa Samudra Hindia adalah daerah hegemoni mereka , akan tidak terlalu gega bah untuk merealisir ‘’claim’’ tersebut , karena lalu mereka tidak akan mungkin mengunakan kekuatan Angkatan Lautnya secara 100 % untuk berexpansi ketimur unuk menekan Angkatan Laut kita , sebab masih banyak yang harus distasionerkan dibarat , terikat ditempat untuk menghadapi kekuatan Angkatan Laut Pakistan .

Dari uraian yang panjang lebar ini , yang belum tentu dapat diterima semua pihak , khususnya mereka yang benar benar “ahli” dalam hal strategi perang laut , dapatlah dimengerti , mengapa dijelaskan diatas , kesulitan untuk menjawab pertanyaan , mengapa harus berqiblat pada Angkatan Laut Pakistan!

3.16. Kelemahan midget dan konsep eliminasinya secara pragmatis, dan konseptual.

Salah satu ( kalau tidak boleh disebut : satusatunya ) kelemahan midget sebagaimana yang telah pernah dijelaskan oleh Laksamana Tauquir Naqvi *, Panglima Daerah Karachi Angkatan Laut Pakistan ex Komanan Satuan Khusus Midget, adalah kekurang-mampuannya untuk beroperasi dalam seastate 4 keatas dalam tempo lama .Hal ini terjadi karena beban fisik para personilnya akan menjadi terlalu berat dan tidak tertahankan . Di Indonesia , suasana laut dengan sea state 4 ini akan terjadi di Musim Barat, pada bulan bulan Mei ,Juni sampai Juli . Dalam waktu selama tiga bulan ini , midget akan mengalami handicap yang luar biasa beratnya, yang datang dari alam . Dalam fakta dilapangan, jangka waktu singkat, secara pragmatis, masalah ini dapat diatasi dengan menyelam pada kedalaman 30 meter, dan berada didekat permukaan laut hanya pada saat snorkel saja. Ombak sudah tidak akan berpengaruh lagi pada kedalaman sedalam itu. (Pengalaman membawa CKA/401 sebagai KKM,dari Kiel Jerman kembali ke Indonesia, khususnya saat melalui melalui Bab el Mandep, dan Samudra Hindia, dari Jibouti ke Kolombo, dan dari Kolombo ke Jakarta disaat saat laut sedang menggila ombaknya, pada tahun 1980, dibawah Komandan Letkol. Ant.Soe byarto).

Dalam jangka waktu lama, sebagai suatu penyelesaian yang lebih terkonsep, handicap yang satu ini akan dapat diatasi dengan mengadopt sistem dua kelompok awak kapal, “Blue Crew” dan “Gold Crew” sebagaimana yang dilaksanakan pada kapalselam FBM (Fleet Balistic Missile) US Navy Submarine Force, sehingga awak kapal midget tidak akan mengalami beban fisik yang berlebihan secara berlarut larut, tanpa kompensasi ! Hal ini tentunya juga lalu harus didukung de ngan suatu prosedure yang pasti, yaitu, penerapan pembatasan jangka waktu opera si, midget misalnya hanya dioperasikan tidak lebih dari jangka waktu tertentu, sebulan misalnya dilaut, lalu kembali kepangkalan aju untuk melaksanakan peng gantian crew. Juga penggelaran midget pada pangkalan aju yang terdekat dengan daerah konflik, akan ikut amat membantu eliminasi terhadap problema kekurang mampuannya untuk berperasi dilaut pada saat sea state tingkat empat! Penggelaran semacam ini, pernah diterapkan oleh penjajah Belanda melalui VOCnya, mereka menggunakan taktik “Benteng Stelsel”, yang dipergunakan untuk mengalahkan Pangeran Diponegoro dengan merperkecil ruang geraknya. Saat mendatang, taktik ini akan dipergunakan oleh para Putera Terbaik Indoesia, awak kapal Midget, un tuk mengalahkan para calon penjajah, sebelum mereka mulai menjajah, bahkan ja uh sebelum mereka sempat menginjakkan kakinya di Bumi Pertiwi tercinta ini.

Disamping itu, ada beberapa konsep lain untuk mengeliminasi resiko ini . Yang paling mudah adalah dengan mempra-anggapkan , bahwa musuh juga akan ‘’malas ‘’ untuk menyerang kita , sehingga kita lalu juga tidak merasa perlu untuk waspada .Akan tetapi , sejauh ini , sejarah justru membuktikan hal hal yang sebaliknya , operasi tempur besar besaran biasanya justru dilaksanakan disaat cuaca amat buruk , untuk memanfaatkan situasi alam yang lalu dipandang akan dapat menyelimuti gerakan besar yang mereka lakukan , dan dimana pihak yang akan diserang akan menganggap bahwa tidak akan ada gerakan yang berarti dalam cuaca seperti ini . Contoh pendaratan Eisenhower di Normandia , maupun serangan balasan pihak Jerman yang dipimpin oleh Kolonel ( Komando ) Otto “Scar Faced” Skorzeny dalam “the Battle of the Bulge” ,kesemuanya dilaksanakan dalam situasi cuaca yang justru sedang amat tidak menentu .

Dari sisi pendekatan taktis, masih ada cara lain untuk menghindarkan diri dari membebani awak midget secara berlebihan.. Disini dicoba diketengahkan suatu konsep untuk membawa midget dalam ‘’mother ship‘’, suatu LST yang telah dikonvert dan dilengkapi dengan suatu docking station . LST terbaru yang kita per oleh dari Korea (Selatan), tipe LSD, akan merupa kan suatu “blessing in disguise” dalam membantu pemecahan permasalahan. Cara ini justru membantu midget mempertinggi aksi radiusnya, tanpa membebani awak kapalnya secara berlebihan.

Pada saat cuaca sedang ganas ganasnya , dan midget belum dibutuhkan untuk beraksi , maka midget digandeng dalam docking station tersebut , dibawa berkeliling dalam patroli dengan awak kapal diistirahatkan dalam kabin khusus didalam mother ship . Saat amat diperlukan , dengan aba aba peran alarm , awak kapal masuk kemidget , dan dilepas dari mother ship untuk segera meluncur me nyongsong musuh yang datang menyerang .Setelah selesai melaksanakan tugasnya , midget segera kembali ke mother ship yang menunggu dengan badan melintang menghadang ombak guna melindungi midget yang akan merapat . Midget harus merapat dengan sudut yang sebesar mungkin dari arah buritan mother ship , mema sukkan hidungnya ke docking station dan diikat erat pada border .Setelah midget terikat dengan baik , maka mother ship berubah haluan memotong arah gelom bang . Midget dalam docking station akan menggeser sejajar dengan induknya , dan buritannya dapat diikat dengan erat pada border buritan docking station . A wak midget naik kembali ke mother ship untuk beristirahat , dan awak kedua bersi -ap siap untuk bergantian menjalankan tugasnya , apabila ada kedaruratan berikut nya .Konsep ini juga sekaligus lebih mengarah pada tingkat taktis, yaitu mendu kung penambahan jarak jangkau operasi midget, diluar endurancenya!

Konsep ini samasekali bukanlah hal yang baru , para KKM kapalselam yang berpengalaman, akan senantiasa menyarankan pada Komandan agar melaksanakan manuvra seperti ini pada saat mereka harus menyelamkan kapal ataupun menimbul kan kapal khususnya Whiskey class , terutama pada saat ombak besar , agar kapal tidak ‘’collapse‘’ diterjang ombak pada saat saat kritis ketika jarak G-M mengecil. (Sebagai catatan, procedure ini hanya berlaku bagi kapalselam dengan type double hull, seperti Whiskey class, yang memiliki karakteristik perobahan jarak G-M saat pertama kali menyelam dari permukaan. Referensi:”Instrukziya po plowucesti I nacalinoi ostoiciwosti”, buku instruksi stabilitet kapalselam Whiskey class, Angkatan Laut Rusia ). Tentunya, kecuali teori pragmatis tersebut, maaf, juga masih dibumbui sedikit dengan khayalan yang dipengaruhi oleh film science fiction seperti “Star Trek” dengan “Voyager” mother ship dan anak kapalnya yang kecil kecil .

* Catatan khusus 1996: Laksamana Tauquir Naqvi adalah partner dari Komandan Jasin Sudirdjo dan Komandan Basuki, pada saat kedua kapalselam kita BMA dan NRS “mengunjungi” Pakistan. Rasa hormatnya kepada Satuan Kapalselam kita timbul kembali saat beliau melihat brevet Whiskey Class yang kami kenakan, telah membuat beliau menerangkan sebanyak mungkin hal hal yang ingin kami ketahui tentang midget, bahkan beliau saat itu menjanjikan, akan memberikan blue print midget yang mereka miliki, kalau kita membutuhkannya untuk membangun midget sendiri di Dalam Negeri! (Diskusi di kantor Panglima Daerah Angkatan Laut Karachi, dengan disaksikan oleh Laksma Sulaiman Ul Khusna XIV, DIRFASLAN AL, Ketua Rombongan Study Banding TNI.AL ke Pa kistan Navy, 1996).

3 . 17 . Tahapan pembuatan midget

Konsep pembuatan midget ini tentunya harus dipastikan tahapan2 nya , yang secara garis besar dapat diambil dari acuan ANGS Decission Model 1390 Army Navy Military Standard (Melvin B. Kline, professor, USNA Annapolis, ceramah “System Engineering” di SESKOAL, 1984) , secara garis besar seperti berikut : (periksa Lampiran 10 )

a. tahapan penentuan ancaman : ...............................ancaman telah jelas!

b. kebutuhan ‘’ mesin perang ‘’ yang sesuai guna meng...........2 minggu

hadapi ancaman

c. pemilihan ‘’mesin perang‘’ dari alternatif diatas dihadap.... 2 minggu

kan pada keterbatasan dana

d. penentuan design criterion ..................................................8 minggu

e. pengujian lapangan kemampuan industri Dalam Negeri ..... 8 minggu

untuk penuhi tuntutan model , dilakukan bersamaan dengan giat ttk d.

f. pembuatan model fisik : hidrodinamik, ketahanan selam....16 minggu

dilakukan bersamaan dengan giat ttk e.

g. penentuan model fungsi dan kinerja .......bersamaan dengan giat ttk f.

h. pembuatan gambar serta model dengan skala 0,20 ..............24 minggu

i. pembuatan dua prototype. Midget di dua Galangan..........156 minggu

j. pengoperasian prototype untuk pengujian , analisa , .........52 minggu

penyempurnaan , pembentukan “Operational Requirement”

yang sesuai kebutuhan

k. produksi midget .............................................................104 .minggu

l. pengoperasian midget dalam satuan opera-...........diluar tugas projek

sionil dan pengumpulan data untuk penyempurnaan lanjut

4. ANALISA BANDING dengan menggunakan SIMU LASI MODEL dalam merancang DESIGN MIDGET.

Didalam kegiatan mendesign midget, harus diingat, bahwa kapal tersebut kecuali memiliki banyak kelebihan dalam konteks operational performance, tetapi juga memiliki amat banyak faktor pembatas, yang kecuali amat ketat, juga saling berhubung kait serta mempengaruhi satu sama lain. Untuk itu, dipandang perlu melaksanakan kegiatan “analisa banding melalui simulasi model”, agar kita dapat membuat suatu design criterion midget secara tepat, saling mengisi, tidak “over estimated” tetapi juga tidak lalu “ under estimated”. Dibawah ini akan dicoba menguraikan beberapa contoh analisa banding yang telah dilakukan, dalam proses mendesign midget, agar kita tidak mengalami apa yang oleh pepatah Melayu disebut sebagai “besar pasak daripada tiang”!

4.1. Data pembanding antara U-209 dengan midget (Dalam masalah ke butuhan motor listrik pokok)

Karakteristik spesifik

U – 209 / 1300

MIDGET

Prosentage

1

MOTOR LISTRIK

5000 KW

Dicari

-

2

DISPLACEMENT

1300 ton

100 ton

0,77

3

SPEED

22 knot

14 knot

0,58

4

PANJANG

56 meter

20 / 22 meter

0,36

5

DIAMETER PH

6,8 meter

3,0 meter

0,45

6

BENTUK PRESS.HULL

Teardrop, semi

teardropp, semi

100%

7

Y(karakteristik media)

Air laut

Air laut

100%


Speed = f (KW E mot , Displ, Length, Dia PH, bentuk, Y)


24 kn (U-209) = ( 5000 KW) , (1300) , (56) , (6,8) , (1) , (1)

Sebagai catatan, nilai prosentase tersebut sebenarnya tidak dapat dipergunakan secara langsung begitu saja, tetapi, masih harus dikalikan dengan suatu faktor tertentu, yang berharga 0 < Cf < 1 yang nilainya satu sama lain amat berbeda beda pada masingmasing karakteristik.

Secara roughly, dapat dikatakan, bahwa untuk mencapai speed 14 knot, maka midget, dengan prosentase karakteristik spesifik yang mempengaruhi drag dalam pendorongan, seperti diatas, secara teoritis, hanya akan membutuhkan motor listrik dengan power sebesar 67,67 KW saja! Kalaupun kita harus menggunakan suatu security factor, yang mendekati 200%, maka maksimal power yang dibutuhkan untuk midget adalah cukup hanya 120 KW!

Power midget (Speed 14 knot) =( 5000 KW), (0,58), (0,77), (0,36), (0,45), (1), (1)

Untuk itu, tidak tertutup kemungkinan untuk mengurangi power motor listrik, yang direncanakan akan dipasang pada midget, sedemikian rupa sehingga, ruang dan bobot yang tersisa, dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain yang lebih penting.

Sebagai catatan, dalam hal electrical power consumption, kita tidak mungkin melaksanakan analisa banding antara midget dengan Whiskey class, karena Whiskey class datang dari era kapalselam generasi pertama, yaitu “tauch boote”, submersible, suatu kapal yang didesign agar dapat menyelam sewaktuwaktu, dan bukan generasi kedua, “Untersee boote”, real submarine, kapal yang memang didesign untuk senantiasa menyelam, dan hanya timbul bila diperlukan. Juga, khususnya, bentuk “non teardrop type” pada Whiskey class akan memberikan suatu gambaran hambatan (drag) bawah air, yang jauh lebih besar, daripada yang akan dialami oleh midget dengan design “semi teardrop type hull”

4.2. Data pembanding antara Whiskey class dengan midget (Dalam masalah specific fuel consumption)

Pada Whiskey class, dengan Diesel pokok 37 D, 4000 PK, dalam pendorongan yang mempergunakan sistem “Mechanical transfer of power”, dimana Diesel dipergunakan terus menerus untuk pendorongan (sambil melaksanakan pengisian batere secara buffer), fuel consumptionnya per etmal (24 jam) sebesar 6000 liter bahan bakar. Catatan: total muatan bahan bakar Whiskey class: 117 ton!

Berarti dalam satu jam, Diesel 37 D akan menghabiskan solar sebanyak 250 liter. Dengan Diesel MWM Deutsch (Bharata), 350 HP, secara roughly, diperkirakan, specific fuel consumtionnya hanya akan berkisar maksimal 10% dari Diesel 37 D, yang berarti hanya sebesar 25 liter per jam.

Dengan sistem “Electrical transfer of power”, dimana Diesel hanya akan dipergunakan untuk pengisian batere selama delapan jam perhari, maka kebutuhan fuel bagi midget diperkirakan hanya 8 X 25 liter = 200 liter perhari.

Isian tangki bahan bakar 20 ton akan habis dalam 20.000 liter : 200 liter / hari = 100 hari. Bila dalam sehari kapal berlayar dengan cepat ekonomis hanya 4 knot, dalam sehari kapal akan menempuh jarak 48 mil. Dengan persediaan bahan bakar cukup untuk 100 hari, maka kapal akan memiliki aksi radius sekitar 4800 mil. Jarak ini akan terlalu jauh bagi kapal sekecil midget. Low Comfortability-nya akan membuat awak kapal terlalu berat terbebani, baik secara fisik maupun secara mental.

Untuk itu, tidak tertutup kemungkinan untuk mengurangi jumlah bahan bakar yang dapat dibawa midget, sedemikian rupa sehingga, ruang dan bobot yang tersisa, dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain yang lebih penting.

4.3. Tabel banding muatan batere dan bahan bakar pada beberapa ka pal selam Jerman era Perang Dunia kedua.

Type KS Jerman

Displ BA

Batere

% berat thd Displ

Bahan baker

% berat thd Displ

2B

341 ton

27,1 ton

9 %

21 ton

6 %

7C

871 ton

61,9 ton

6,25 %

113 ton

12,5 %

21

1800 ton

236 ton

17 %

250 ton

14,3 %

U-209

1300 ton

264 ton

20%

117 ton

9%

Whiskey

1300 ton

264 ton

20%

117 ton

9%

midget

212 ton

20,88 ton

9,84%

10 ton

4,71%

Pada KS tipe U-209, batere yang dibawanya terdiri atas 4 grup batere, masing masing berisi 110 sel, total 440 sel, dengan power 16.000 AH. Dengan voltage per sel minimal 2 volt, akan diperoleh tegangan setinggi 220 volt DC per grup. Tenaga dalam batere inilah yang akan dipergunakan untuk menggerakkan motor listrik yang powernya sebesar 5000 KW. Bila kapal dalam keadaan darurat dan membutuhkan manuvra dengan full speed, maka keempat grup batere diseri, tegangan akan naik menjadi 880 volt, sedangkan motor listrik akan diparalel, sehingga power motor akan naik menjadi 2 X 5000 KW =- 10.000 KW. Dalam keadaan seperti ini, maka kapal akan dapat berlayar selama satu jam, mencapai kecepatan 24 knot! Effort ini menggunakan IA max arus jangkar motor sebesar 10.000 KW: 880 volt = 11.400 Amp. Dalam satu jam berlayar fullspeed, motor akan mengambil tenaga dari batere sebesar 11.400 AH. Sisa tenaga dalam batere tingggal (16.000 – 11.400 AH) = 4.600 AH, dianggap merupakan residu yang tidak boleh dihabiskan, untuk mencegah batere mengalami total voltage drop. Perhitungan diatas menunjukkan, mengapa U-209 hanya dapat berlayar dengan full speed selama maksimal satu jam.

Dalam hal midget, kedua grup baterenya yang masingmasing berisi 110 sel, per sel 2 volt, bila kedua grup batere diseri, akan memberikan tegangan setinggi 440 volt, dan tenaga sebesar 2400 Amp Hour. (catatan: menggunakan batere industri Yuasa type CS-2400). Dengan motor listrik pokok berpower 220 KW, maka arus listrik yang akan dipergunakan sebagai IA dalam lilitan jangkar motor akan sebesar ( tenaga motor dibagi voltage batere) 220.000 watt : 440 volt = 500 Amp. Tenaga yang tersedia dalam batere sebesar 2400 AH, baru akan habis setelah midget berlayar dengan fullspeed selama (2400 AH : 500 Amp) = 4,8 jam. (Perhatikan bahwa kapalselam tipe U-209 didesign agar hanya mampu berlayar fullspeed dalam waktu satu jam saja!)

Dalam mendesign midget, hal ini rasanya lalu akan terlalu over estimated, berlebihlebihan, sehingga tidak tertutup kemungkinan, midget cukup menggunakan satu grup batere saja dalam operasinya. Dengan demikian, maka arus maksimal kemotor pokok akan naik menjadi (220 KW : 220 volt batere) = 1000 A!

4.4. Kemungkinan menggunakan batere industri Yuasa type CS 2400 dalam midget.

Untuk mendorong badannya yang seberat 1300 ton melaju dibawah air, KS type U-209/1300 memiliki empat grup batere yang terdiri dari 120 sel bertegangan 2 volt, dengan cadangan power sebesar 16.000 AH. Bila kita konsekwen dengan aturan main dalam simulasi sebelumnya, maka kita dapat memperhitungkan, bahwa untuk mendorong badannya yang hanya seberat 212 ton, midget hanya akan membutuhkan batere dengan tenaga yang tersimpan didalamnya cukup sebesar (212:1300) X 16.000 AH = 2.609 AH saja!

Batere industri yang terdapat diopen market di Indonesia, dan yang memiliki power mendekati angka tersebut, serta dapat diketengahkan, adalah batere industri Yuasa type CS-2400, yang menggunakan standard JIS C8704 dan SBA 3007.Total power yang tersedia didalamnya sebesar 2400 AH. Batere ini memiliki karakteristik pengosongan sebagai berikut:

SG 1,240, volt awal 2,26 v SG 1,215, volt awal 2,18 v

Dischar

ge Rate

10h

1,8 v

5 h

1,75 v

3 h

1,7 v

1 h

1,6 v

10 h

1,8 v

5 h

1,75 v

3 h

1,7 v

1 h

1,6 v

AH

2640

2110

1850

1320

2400

1920

1680

1200

A. Dengan power motor listrik sebesar 220 KW, pada saat batere dalam kondisi terburuk SG: 1,215 dan volt awal 2,18 volt, batere ini masih mampu menggerakkan midget selama 10 jam dengan dengan power input kemotor sebesar rata rata perjam kemotor pokok max besar 240A X 2,18 volt = 523,2 KW. Power ini masih akan dapat dipakai untuk memperoleh pendorongan ekonomis bagi midget selama 10 jam dengan kecepatan sekitar (240 : 1000) X 14 knot = 3,36 knot, berlayar sejauh 33,6 mil dibawah air!

B. Dengan power motor listrik sebesar 220 KW, pada saat batere dalam kondisi terburuk SG: 1,215 dan volt awal 2,18 volt, batere ini masih mampu menggerak kan midget selama 1 jam dengan power input kemotor rata rata sebesar 1200 A X 2,18 v = 2.616 KW. Dengan Ia max hanya 1000A, maka power tersebut masih akan dapat dipergunakan untuk mendorong midget melaju secara full speed selama 1200 A : 1000 A = 1,2 jam, menempuh jarak sejauh 16,8 mil!

C. Nilai kapasitas batere Yuasa CS 2400, dan kemampuannya untuk diexploitasi, yang telah dibahas diatas, terlihat sebanding dengan nilai batere HAGEN maupun VARTA yang dipergunakan di KS type U-209 /1300 yang telah lebih dahulu kita miliki dan kita operasikan selama ini. (Referensi: leaflet batere industri Yuasa type CC-2400, dari PT. JATIM TIGA MA NUNGGAL, Bpk IBNU (031) 7482995, Bpk. KRISNO / mBak RINI (031) 749 2624.). Sebagai catatan, bila kita kemudian lalu memilih untuk menggunakan batere Yuasa, maka mereka harus dipersyaratkan, bahwa produksi batere tipe yang dimaksud, lengkap dengan laboratorium dan fasilitas R&D nya, harus tersedia di Indonesia!

D. Penggunaan batere Yuasa dengan kapasitas 2400 AH, juga akan tertunjang dengan baik oleh dua diesel generator @ 150 PK pada midget. Perbandingan arus pengisian yang tersedia akan menjadi (2 X 150 PK X 0,75) KW : 2400 AH = 9%. Hal ini masih setara dengan yang terjadi pada kapalselam type U-209, yang secara umum telah terakreditisasi, yang menggunakan empat diesel 600 PK. Energi listrik yang tersedia akan sebesar (4 X 600PK X 0,75) = 1800 KW, kapasitas batere 16.000 AH. Perbandingan energi tersedia dengan kapasitas batere : 1800 KW : 16.000 AH = 11%.

E. Dengan dimensinya: panjang 390 mm, lebar 300 mm, tinggi bersih 640 mm dan tinggi lengkap dengan connector 712 mm, batere Yuasa type CS 2400 dapat ditata dengan tepat, memenuhi keterbatasanan ruang dalam midget, dengan penataan pada bidang melintang dengan dua batere dilambung kiri, empat batere ditengah dan dua batere dilambung kanan. Pada sisi longitudinal, susunan ini akan berbentuk memanjang 15 deret batere, yang akan memakan tempat hanya sepanjang enam meter saja. Berat per selnya (136 kg tanpa elektrolit, dengan 38 kg elektrolit) total 174 kg, akan menambah deret muatan dengan bobot sebesar (120 X 174 kg) = 20,88 ton. Dari sisi hargapun, bila dibandingkan dengan harga beli batere Hagen mau pun Varta, yang berharga enam milyard Rupiah (catatan Pasharmat Satsel: pengadaan batere Varta saat mengganti batere Hagen, oleh PT. Indadi Setia, sekitar tahun 1985-1986), rasanya power per AH yang tersedia dalam batere Yuasa ini lalu jatuhnya masih akan lebih murah. Sedangkan ruangan silinder pressure hull yang tidak dapat ditempati batere, dapat dimanfaatkan menjadi MBT (main ballast tank) (bagian samping, dengan volume 0,5 m3 permeter panjang), dan sebagai tangki isian muatan cair lainnya ( bagian bawah, 565 liter permeter panjang).

4.5. Kemungkinan mendesign skewback propeller, noiseless screw di bengkel di Indonesia.

Secara umum, propeller bekerja mendorong kapal, dengan jalan menyi bakkan air melalui leading edgenya, memampatkan air melalui permukaan sloop surfacenya, lalu melepas air buangan bertekanan dan kecepatan tinggi kearah bu ritan pada sisi trailing edgenya. Air buangan, biasa disebut sebagai turbulence output, menimbulkan suatu aksi mengarah kebelakang. Aksi ini menimbulkan reaksi, kapal lalu akan terdorong maju kedepan. Ruangan yang airnya dibuang kebelakang dalam bentuk turbulence water, diisi kembali oleh air pengisian, atau air kompensasi. (Referensi: ”Naval Engineering”, US Navy). Pada beberapa propeller, proses pengisian kembali air kompensasi untuk mengganti air yang disibakkan oleh propeller, terkadang berjalan lambat, sehingga pada trailing edge lalu timbul semacam vacuum, yang pada giliran berikutnya akan menimbulkan cavitasi. Letupan suara cavitasi ini, akan menimbulkan suara bising dengan intensitas amat tinggi, yang akan dapat didengar oleh sonar lawan pada jarak empatpuluh delapan mil! (Ref: J.A. Collins: “Material failure in mechanical design”, dibahas lebih lanjut dalam makalah: Pemanfaatan teori system control adaptive sebagai suatu konsep guna mencegah pengrusakan akibat cavitasi pada baling baling kapal perang”, disajikan dalam Seminar PPI KIM LIPI di Jakarta November 1992.)

Bagi suatu kapalselam, hal semacam ini akan amat merugikan factor kerahasiaannya. Beberapa Angkatan Laut Negara yang maju lalu mencipta kan suatu design propeller yang disebut sebagai “skewback propeller” (berda sarkan bentuknya yang tidak lazim), terkadang juga disebut “noiseless propeller” (berdasarkan fungsinya). Kapalselam pemburu mereka, hunter killer, seperti type SSNK Seawolf class, Tresher class (dan disisi Rusia: Schuka / Victor III class, Akula class), menggunakan propeller dengan design ini. Prinsip dari pada design ini adalah sebagian sisi trailing edgenya dicover oleh leading edge dari blade berikutnya, sehingga vacuum yang terjadi ditrailling edge tersebut, seolah dimampatkan kembali oleh air turbulensi blade berikut. Ujung propeller ini juga dibuat memanjang kearah lingkaran putar, sehingga seolah olah mengantarkan gelembung cavitasi, kesuatu jarak tertentu, yang memungkinkan gelembung tadi memadatkan dirinya kembali, karena pemampatan oleh sloop surface ujung blade berikutnya, dan kembali pada bentuk air homogeen, sesaat setelah meninggalkan ujung blade propeller pertama. Secara hitungan teknis dalam mekanika fluida, propeller ini dinyatakan memiliki suatu rendemen yang rendah. Akan tetapi, segi taktis mengatakan lain, kapalselam justru membutuhkan propeller semacam ini, guna menjamin kerahasiaan kehadirannya!

Secara fisik, propeller semacam ini harus dibuat dengan suatu mesin bubut sekaligus mesin korter, yang harus memiliki sumbu yang lebih dari tiga. Di Surabaya, ada suatu bengkel yang memiliki mesin CNC Universal central milling machine, yang berkemampuan seperti ini, dan mereka telah menyanggupi untuk membuat propeller semacam ini, walau mungkin harus dilakukan dengan jalan membuat blade per blade. Dengan mesin perkakas mereka yang lain, yang memiliki presisi tinggi, dengan ketepatan hingga 2 micron, kita akan mampu merakit blade blade tersebut pada propeller hub, sehingga kemudian akan membentuk propeller lengkap yang sempurna.

Bila hal ini berhasil dilaksanakan, maka midget akan dapat berlayar dibawah air, tanpa menimbulkan suatu gersik yang berarti sedikitpun, noiseless, seperti layaknya kapalselam pemburu kapalselam (type SSK, submarine ship, killer), yang saat ini hanya dimiliki oleh beberapa Negara tertentu didunia. Hal ini secara keseluruhannya, akan tergantung dari kemauan kita untuk mencoba membu at program tiga dimensi dari propeller skew back tersebut. Mungkin, kita masih akan memerlukan bantuan DR.Yamin, dari TESCO Marine Jakarta dalam hal ini. Untuk pelaksana lapangannya, bengkel yang memiliki mesin CNC yang dibutuh kan untuk membuat blade tersebut, yang memiliki kemampuan mengerjakan benda kerja dengan ukuran panjang 200 cm, lebar 60 cm, telah lebih dari cukup untuk menyiapkan propeller midget, lengkap beserta operatornya, telah siap tersedia di Bumi Indonesia tercinta.

4.6.Kemungkinan menggunakan design “compact combined hoitable mast” bagi peralatan pengindera atas air (dan RDP).

Peralatan pengindera atas air dikapalselam ( periskop, radar, ECM /EC CM, LRF/laser range finder, IR detector, light intensifier, optoelectronics dll), juga RDP (tabung yang dipergunakan untuk menghisap udara bersih dari atas permukaan air laut bagi supply diesel saat bekerja dibawah air, Rabotaet Diesel Potwodoy), dan antenna komunikasi serta IFF, biasanya dimunculkan keatas permukaan air, saat kapal menyelam pada kedalaman periskop, dengan menggunakan system hoistable mast. Sistem ini, khususnya yang menggunakan hull penetrating mast, akan mampu mengangkat peralatan tersebut jauh tinggi dipermukaan, sehingga akan dapat menjangkau cakrawala yang lebih luas.Akan tetapi, system ini juga memiliki kerugian, antara lain berupa pengurangan kekuatan pressure hull akibat banyaknya lobang tembus yang harus disiapkan, harus tersedianya hold (ruang bawah lantai) di CIC, dan peralatan angkat hidrolik yang cukup rumit, serta amat mahal (satu solenoid proportional valve saja akan berharga sekitar Rp.40.juta!). Keuntungannya adalah, saat kapal berlayar dibawah air dengan kecepatan tinggi, tidak ada bagian lain diatas anjungan yang akan menimbulkan drag / hambatan laju air yang berarti!

Dalam usaha mengatasi kerugian diatas, tepatnya, menghindari peralatan yang complicated, mengurangi kekuatan pressure hull dan berharga mahal, didalam mendesign midget dicoba mengemukakan konsep “compact combined fixed mast” dimana keseluruhan komponen pengindera akan ditempatkan pada satu mast yang tetap diatas anjungan. Hampir keseluruhan kerugian yang terdapat pada hoistable mast akan tereliminer dalam system ini. Satu-satunya kerugian system ini adalah bahwa saat kapal melaju dengan kecepatan tinggi diatas air, akan terjadi suatu drag yang cukup besar, yang menghambat kecepatan kapal. Design ini mengacu pada design RDP kapal selam tipe U-206 Jerman, yang memuat periskop, antenna radar dan hampir keseluruhan sensor atas air dalam satu hoistable mast saja! Design fixed mast semacam ini juga pernah dipergunakan pada kapalselam klas Tang dari US Navy.Dalam hal ada perkembangan teknologi antara yang dapat membantu, kemungkinan fixed mast ini dapat dirubah menjadi “compact combined hoistable mast”, dengan tetap bersifat sebagai “non hull penetrating mast”, yang akan mengeliminir samasekali kerugian yang terjadi pada system mast sebelumnya.

4.7. Kemungkinan pemanfaatan torpedo SAET 40 dan ET 80 ex Whiskey class.

Senjata utama kapalselam adalah torpedo. Perlu diketahui, bahwa adalah tidak mudah untuk memperoleh senjata pamungkas bawah air ini, juga walaupun kita memiliki dana yang cukup! Negara Barat tertentu, senantiasa akan memiliki alasan untuk mencegah kita dapat memiliki senjata ini! Seba gai contoh, torpedo SUT yang konon merupakan senjata andalan kapal selam type U-209, yang kita beli dari Jerman / HDW. Ternyata, saat ini SUT tersebut amat sukar kita peroleh, dengan alasan yang tidak akan pernah dapat kita mengerti! Torpedo SUT yang tersedia di Arsenal saat ini, adalah juga torpedo yang kita purchase bersamaan dengan pengadaan kapalselam CKA dan NGL pada tahun 1978 yang lalu, hampir tiga-puluh tahun silam! (Kolonel Pramono, Paban SOPS KSAL, (kini Laksma), laksma Susilo, KASATLAIK, Rapat di ruang rapat DISLITBANGAL, Rabu 15 Februari 2006).

Torpedo itu sendiri, secara fisik merupakan suatu projektil berbentuk silinder, dengan diameter sekitar 52 cm, sepanjang sekitar empat meter, de ngan berat sekitar dua ton, yang memiliki lima sampai enam bagian utama: didepan sendiri terdapat kepala lacak (nihil pada ET 80, pada SAET 40 berupa sonar pasif) dan hulu ledak, kemudian muatan pendorong (batere bagi SAET 40, maupun krosine dan UTT bagi ET 80), kepala pemikir dan peralatan kendalinya (control system and actuator, yang mengendalikan arah, kecepatan dan kedalaman), mesin pendorong /propulsi (berupa turbin uap pada ET 80 dan motor listrik pada SAET 40), dan terakhir: sirip kendali (kemudi tegak dan kemudi horizontal) serta propeller.

Sesaat setelah ditembakkan dari dalam peluncur torpedo, maka muatan pendorong akan memberikan muatannya kepada mesin pendorong, dan mesin akan bekerja memutar twin screw counter rotating propeller. Torpedo akan meluncur menuju sasaran, dengan kecepatan sekitar duapuluh knot minimal! Pada ET 80 (steam gas, straight run torpedo) torpedo akan berjalan lurus, sesuai arah, kecepatan dan kedalaman menuju sasaran yang telah diprogramkan terlebih dahulu melalui bilik hitung penembakan TAS L2, sedangkan pada SAET 40 (elektric torpedo, passive sonar homing head guidance), torpedo akan berjalan menuju sasaran dengan mencari sasarannya sendiri berdasarkan gersik suara propeller kapal lawan, melalui tuntunan sensor sonar pasiv yang ada dikepalanya. Peluncu rannya kerarah sasarannya didorong oleh propellernya, suatu twin screw counter rotating propeller, dan ditahan pada kedalaman yang dikehendaki oleh sirip hori zontalnya, serta dijaga pada arahnya oleh kemudi tegaknya. Ledakannya akan dipicu oleh beberapa macam pistol peledak (fuze, detonator), baik contact, proximity fuze mau pun magnetic fuze. Terkadang, beberapa fuze di aktifkan bersama, untuk memperoleh 100% kepastian ledak. Hulu ledaknya yang berisi sekitar 200 kg TNT, dipastikan akan dapat mematahkan keel kapal perang jenis manapun yang kena hantamannya, apalagi bila ledakkannya disetel pada suatu jarak kedalaman tertentu dari lunas kapal sasaran, dalam rangka memperoleh keuntungan double blast.

Diduga kuat, bahwa masih banyak sisa torpedo macam ini yang tertinggal di Arsenal Batu Porong. Dasar logika dari dugaan ini adalah: dulu kita memiliki 12 kapal selam Whiskey class. Bila saat datang dari Rusia, siap membantu kita memerdekakan Irian Barat, setiap kapal membawa satu basic load berupa 12 torpedo ET 80 (empat dalam peluncur depan dan delapan sebagai cadangan), dan 2 torpedo SAET 40 dipeluncur belakangnya, maka kita akan memiliki minimal sejumlah total 168 torpedo! Belum lagi torpedo cadangan yang saat itu diangkut di KRI. Ratulangi / 401, tender kapalselam ex DON class! Untuk mencegah torpedo tersebut menjadi suatu kapasitas yang idle, dan akhirnya hanya dijual sebagai besi tua, perlu dipertimbangkan guna memanfaatkan torpedo sisa tersebut, agar dapat kita pergunakan seefektif mungkin.

Secara teknis, untuk penembakannya, perlu dipikirkan cara agar torpedo ET 80 dapat “swimm out”, berenang keluar dari peluncurnya sendiri, sebagaimana pada torpedo modern SUT, dengan jalan mentrigger mesin pendorongnya agar dapat bekerja lebih pagi, justru saat torpedo masih berada didalam peluncur. Dengan demikian, maka kita tidak perlu mendesign peluncur yang terlalu tebal, yang diperlukan untuk menahan beban tekanan lontar UTT 250 kg/cm2 , sebagai yang selama ini dilakukan di Whiskey class. Pada SAET 40, yang perlu mendapat perhatian adalah bahasa komando, dimana semula informasi tentang sasaran (baringan, jarak, haluan dan kecepatan sasaran dll) dan tentang torpedo nya sendiri (kedalaman luncur, kecepatan, haluan dasar, pengaktifan pistol dll), disampaikan dalam bahasa analog (melalui jentera roda gigi TAS L2), kini harus diterjemahkan dalam bahasa digital, melalui suatu D/A (digital to analog) converter. (Referensi: pengalaman menjadi pembantu instruktur torpedo dan peluncur torpedo di Torpedo Keller, Marine Waffen Schule, Eckernforde, Jerman, waktu membantu Kapten (1978) Lubis, Perwira AKS kapal latih KDA)

Dalam kesempatan ini juga ada baiknya, bila kita lalu mencoba meredesign torpedo tersebut menjadi semacam “Chariot”, suatu type “swimmers delivery vehicle”, yang sekaligus juga akan dapat dijadikan “Kaiten”, semacam “human torpedo” dari masa kejayaan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang saat Perang Dunia kedua! Kedua jenis senjata tersebut, akan amat cocok untuk digunakan bersamaan dengan pengoperasian midget: murah biayanya, akan tetapi, akan amat banyak menimbulkan kerugian pada pihak lawan yang diserangnya! Kegiatan penelitian dan percobaan semacam ini pasti akan menghasilkan nilai tambah dalam khasanah pengetahuan kita tentang torpedo itu sendiri, yang pada giliran berikut, lalu akan mampu membimbing kita untuk menciptakan sendiri suatu type torpedo nasional, guna mendukung konsep design kapalselam nasional ! Dan, pada giliran yang berikutnya lagi, kita lalu tidak lagi harus menggantungkan diri pada pengadaan torpedo dari Luar Negeri!

Disamping itu, dengan dapat dipergunakannya kembali torpedo lama ET 80 dan SAET 40 ex Rusia, maka minimal, kalaupun tidak dipergunakan dalam pertempuran betulan (siapa sih yang menginginkan perang?), torpedo torpedo tersebut akan dapat dipergunakan dalam latihan penembakan torpedo. Dari sisi keamanan, agar tidak bolak balik hilang, torpedo tersebut dapat ditambahi perlengkapan beacon, baik radio beacon (seperti Marine Emergency Locator Radio Beacon yang hanya bisa memancarkan signal, harganya hanya AU$. 239,-, sedangkan yang dilengkapi dengan GPS sekitar AU$.800.-) atau ULB series acoustic beacon (yang bisa aktif selama tigapuluh hari)! Dan, kalaupun terpaksa harus hilang, tentunya nilai kerugiannya lalu tidak akan setinggi kalau yang hilang itu torpedo SUT latihan yang harganya empat milyard Rupiah (itupun kalau pihak Jerman masih mau menjualnya kepada kita!)! Sebab, terus terang saja, Komandan kapalselam beserta team penembakan torpedo, yang tidak pernah berlatih menem bakkan torpedonya, layaknya lalu cuma seperti prajurit infanteri yang tidak perah menembakkan bedilnya. Salah salah, ngokang aja sudah lupa!

Diluar konteks pembahasan: sekedar sebagai catatan, Perancis, sebagai suatu Negara kaya, yang dari jauh hari tidak pernah berstatus sebagai Negara berkembang, pada saat mendesign kapalselam type barunya (Daphne 1970, Agusta 1979, seumur dengan U-209 kita, dan beberapa type kapalselam modern yang lebih muda lagi), project definition teamnya tidak lupa untuk membuat suatu aturan main, bahwa peluncur torpedo kapalselam baru tersebut, kecuali dapat menembakkan torpedo modernnya, seperti E14, E15 dan L3 kaliber 21 inch/533 mm, juga dipersyaratkan masih harus dapat menembakkan torpedo type lama sisa Perang Dunia kedua, caliber 21,7 inch/ 550 mm, yang masih amat banyak terdapat di Arsenalnya! Rasanya, kita mungkin juga perlu sesekali belajar tentang efisiensi, dengan mengambil contoh dari suatu Negara yang justru bukan Negara yang sedang berkem bang!

4.8. Kemungkinan menggunakan design “pressurehull empowering ring”, “fool proof fixture” serta “accesable bulkhead” dalam mempersiapkan penyingkatan waktu operational down time saat maintenance.

Salah satu kelemahan kapalselam, adalah sisi pemeliharaannya, yang amat sukar dilakukan. Dibutuhkan suatu perencanaan yang teliti, mendetail dan disamping itu, harus memilik suatu contingency plan.. Hal ini disebabkan karena amat banyaknya peralatan yang harus ditata didalam ruang yang justru amat terbatas. Dari sisi taktis, hal ini lalu akan berarti suatu “operational down time” yang berkepanjangan, yaitu waktu dimana kapalselam tidak dapat dioperasikan karena sesuatu hal. (Referensi: pengalaman mempersiapkan pengeluaran genera tor Anrton Piller NGL yang mengalami keretakan pada impeller blade, dengan KKM Mayor (saat itu) Frans Wuwung, kini Laksma. Periksa Recommendation Letter dari HDW)). Pembuatan baru justru akan terasa lebih mudah dilaksanakan, mengingat ruang yang tersedia untuk bekerja relative masih amat lebih terbuka. Untuk itu, HDW telah mengemukakan beberapa konsep design, guna mempermudah akses keperalatan pokok yang besar saat kapal harus dimaintenance. Salah satunya adalah memasang suatu tingkap diatas diesel, sebagaimana tingkap untuk mengeluarkan batere, diatas Ruang Baterte grup I dan Ruang Batere grup II dikapalselam Whiskey Class, guna mengeluarkan motor pokok dan diesel saat harus overhaul. (Refrensi: Pengamatan terhadap pembuatan baru kapalselam type U-209/ 1500 ton bagi Angkatan Laut Brasilia, tahun 1980 dan pembuatan kapalselam Israel, type yang sama, delapan peluncur torpedo, 1800 ton, tahun 1997 di HDW, Kiel).

Design yang lain adalah “cutting”/ memotong pressure hull pada frame tertentu. Dengan cutting tersebut, waktu overhaul dapat dipersingkat sehingga tinggal sekitar 75% sampai 80% dari waktu yang diperlukan, dibanding dengan bila overhaul dilaksanakan tanpa melalui cutting. Akan tetapi, mereka tetap mengalami prolongation, sebab mereka masih harus mengeluarkan batere satu persatu dari tingkap batere! Pada saat CKA dan juga NGL menjalani overhaul, dan HDW menawarkan option ini, para Decision Maker menolak untuk dilaksana kannya cutting terhadap pressure hull, karena kekha watiran akan terjadinya ketidak lurusan pada saat penyambungan kembali, serta kekuatiran tentang kemungkinan terjadinya penurunan kekuatan kon struksi ditempat tersebut.

Dalam mendesign midget, dengan kerapatan peralatan serta ruang gerak yang jauh amat lebih terbatas lagi, dicoba mengetengahkan konsep hull cutting, dengan jaminan tanpa mengurangi kekuatan konstruksi, ditambah jaminan tidak akan terjadi misalignment saat pengelasan ulang.. Hal ini dilakukan dengan memasang suatu cincin penebal hull skin (empowering ring) dibagian dalam hull, pada posisi ditengah tengah antara frame 17 dan 18. ( gambar khusus “M” hull skin empowering ring). Sehingga, tempat tersebut secara teoritis akan memiliki kekuatan konstruksi yang dua kali lipat dari hull skin pada tempat yang lainnya! Untuk lebih memperkuat lagi, pengelasan akan dilakukan dengan X weld profile, pengelasan dari dua sisi plat bagi plat dengan ketebalan lebih dari 10 mm.. Di tempat tersebut, juga sudah dipasang secara tetap, suatu pasangan “fool proof fixture”, peralatan yang akan mencegah terjadinya kekeliruan yang dapat me nimbulkan misalignment pada saat penyambungan ulang. ( gambar khusus “ J” fool proof fixture). Dengan dibukanya hull skin ditempat tersebut, maka akses ke belakang, kearah diesel generator dan motor pokok listrik, serta kedepan, kearah batere, dengan membuat design dinding kedap yang dapat dibuka/ accesible bulkhead, diantara tangki dan ruang batere, akan terbuka lebar, sehingga proses overhaul kedua peralatan pokok tersebut akan dapat terlaksana dengan lebih mudah, sekaligus, batere lalu juga dapat diambil (untuk diganti baru) dengan amat jauh lebih cepat, bila dibandingkan dengan harus mengangkat satu persatu melalui hatch/tingkap amjungan. (Referensi: improvisasi dari mengamati dua kapalselam type U-206 German Navy yang dioverhaul di HDW dengan system hull cutting, pada 1986-1987. Empowering ring dan fixed fool proof fixture serta accesible bulkhead, merupakan idea / pemikiran baru, dikembangkan khusus untuk midget, terlepas dari apa yang pernah dilakukan oleh HDW).

4.9. Penggunaan kamera digital untuk subtitusi periskop.

Periskop dikapalselam merupakan peralatan, yang memungkinkan kita melihat sasaran yang berada diatas air, tanpa kita harus membahayakan diri kita dengan menampakkan diri sendiri. Dengan periskop, kita lalu dapat membaring kapal lawan yang akan kita jadikan sasaran dengan baringan relative terhadap kapal kita, menghitung kecepatannya, memperkirakan haluannya. Dari data data yang kita peroleh dari beberapa kali baringan tersebut, kita lalu akan dapat menentukan, akan berada dimana kapal sasaran tersebut pada waktu T, sehingga kita lalu dapat menghitung, kearah mana serta berapa kecepatan torpedo yang akan kita tembakkan, untuk mencegat kapal lawan tersebut.

Prinsip kerja periskop adalah amat sederhana: “menggeser line of sight (garis pandang) secara sejajar” dengan menggunakan prisma ganda. Akan tetapi, untuk memperoleh suatu pandangan yang sebaik mungkin, maka periskop masih diperleng kapi pula dengan beberapa lensa pembesar, dua kali lensa pembalik. Belum lagi system yang harus kedap, dan diisi dengan gas nitrogen untuk pencegahan pengem bunan pada lensa dan prismanya, peredam getaran yang harus mencegah perobahan letak kedudukan prisma dan lensa. Kerumitan peralatan teknis penunjang seperti dise butkan diatas, membuat harga periskop menjadi amat mahal. Periskop termurah dari Sowyet Rusia, type PZKG (Periskop Zenith), navigasi ataupun PAKG (Periskop Attak, serang), yang pernah dipergunakan dikapalselam Whiskey Class kita, berharga US$.700.000.00, atau sekitar enam Milyard Rupiah, sedangkan periskop Bar and Strout dari group Pilkington (127 mm diameter tube, CK25/CH74) (Inggris) serta Kollmorgen (model 76) (USA) dan Zeiss type Sero AS40 / BS40 (Jerman) bisa berharga hampir satu koma tujuh bahkan sampai dua kali lipat lebih mahal dari periskop Rusia PZKG tersebut terdahulu.

Untuk itu, dicoba dikembangkan konsep tetap menggunakan prinsip kerja periskop, yaitu “menggeser line of sight (garis pandang) secara sejajar”, hanya saja, kita tidak akan lagi menggunakan peralatan prisma dan lensa serta segala penunjang nya yang serba rumit dan mahal, akan tetapi menggantikannya dengan menggunakan system digital, yang kecuali lebih sederhana, lebih stabil (tidak terpengaruh oleh getaran diesel maupun kemungkinan pengembunan), juga relative amat lebih murah harganya: lengkap dengan engineeringnya, tidak akan sampai sekitar duaratus juta Rupiah! Prinsip kerja system digital ini tepat sama dengan prinsip kerja video recorder, yang memiliki lensa dan monitor pada satu body, hanya saja, bedanya, lensa pengamat diletakkan diatas, dipuncak hoistable mast, sedangkan monitornya diletakkan diruangan CIC (Combat Information Center). Bahkan dengan kesederhanaannya serta kestabilannya ini, maka periskop digital ini lalu akan dapat dengan mudah dipadu, diletakkan dalam satu mast bersamaan dengan beberapa peralatan sensor permukaan air lainnya, seperti sensor infra merah (IR dan IRCCM), radar (Aktif, pasif maupun jamming system), ECM/ECCM, RDF, pengukur jarak Laser, GPS/navigasi satelit, dalam bentuk “combined compact hoistable mast”.

4.11. Penggunaan permodelan “Operation Research” dalam penentuan komponen fungsional didalam midget.

Hampir keseluruhan komponen fungsional pada midget, yang akan menjamin dapatnya midget dioperasikan dengan seoptimal mungkin, memiliki keterkaitan yang mendalam, dan juga pada beberapa konteks, saling merupakan pembatas antara yang satu terhadap yang lain. Sebagai salah satu contoh, disini dikemukakan diameter midget, yang merupakan salah satu komponen fungsional midget. Diameter ini tidaklah lalu dapat ditentukan begitu saja, seenaknya, secara berdiri sendiri. Banyak faktor yang kecuali terkait, juga amat membatasi pe nentuan ini. Diameter pressurehull, harus ditentukan dengan menggunakan perhi tungan Operation Research, yang akan menggambarkankan masalah dalam model matematis, meminimalkan nilai persamaan dengan faktor pembatas berupa keting gian batere beserta connectornya, ditambah ruang untuk lorry pemeriksa batere, dan ketinggian plafond untuk ruang hidup yang nyaman (comfortable, atau lebih tepatnya, memiliki nilai ergonomic yang tinggi). Disamping itu, diameter pressure hull juga harus memenuhi perbandingan tertentu terhadap LOA (length over all), yang nilainya sekitar 7.

Tanpa memenuhi ketiga nilai yang disamping terkait juga amat membatasi penentuan diameter, maka yang akan terjadi kecuali ruang hidup yang tidak comfortable, karena ketinggiannya tidak cukup bagi seseorang awak kapal untuk berdiri tegak, dan disamping itu juga badan kapal lalu hanya akan merupakan sekedar badan bawah air, underwater body, tetapi, tidak memenuhi criteria tear dropp type hull: streamline simetric, hydrodyna mical shape. Bahkan, dengan perbandingan yang asal asalan sesuai selera, akan ada kemungkinan bahwa underwater body ini lalu akan mengalami nilai Cp, koefisien Primartik yang harusnya berkisar antara 0,65 (Albacore) dan <0,88 (Collins), naik diatas ambang batas atasnya. Diluar pembatas tersebut, maka aliran air yang mengalir disekitar kapal saat kapal melaju dibawah air, akan menjadi aliran turbulence yang akan menimbulkan Eddy current, yang mempertinggi hambatan. (Referensi: Luhut T.P Sinaga, “Kajian desain kapalselam ditinjau dari segi hidrodinamika” LHI, UPT BPPH/BPPT). Lepas dari criteria ini, lalu akan berarti, bahwa kapal akan mengalami drag (hambatan) yang besar saat melaju dibawah air, dan tidak lagi memperoleh keuntungan “hidrodynamic paradox” sebagaimana kapalselam Albacore. Disamping itu, aliran turbulence yang terjadi juga lalu akan mempertinggi tingkat hydrodynamic noise, yang lalu pada giliran berikutnya akan amat mungkin mengkhianati kerahasiaan kehadiran kita dihostile waters. (Referensi:“Mengapa teardrop type submarine dapat mencapai kecepatan lebih tinggi pada saat menyelam”, Ghora Wira Madyajala, majalah resmi ARMADA RI edisi 1972)

Contoh lain adalah tangki pengatur (regelzelle, compensating tank). Besaran volume tangki ini harus dapat dihitung dalam model matematis yang menggambar kan bahwa tangki ini memiliki hubungan erat dan saling berkaitan dengan tangki bahan bakar (dalam hal pertambahan berat kapal karena pengurangan isi tangki bahan bakar) dan dengan tangki logistic cair lainnya (dalam hal pengurangan berat kapal karena pengosongan isi tangki). Sedangkan perpindahan muatan pada system tangki trim depan dan belakang, kecuali model matematisnya harus dapat menetralisir semua perubahan momen yang terjadi karena pertambahan maupun pengurangan berat muatan selama kapal beroperasi, baik yang berada didepan maupun berada dibelakang titik berat memanjang kapal ( Gl, longitudinal point of Gravity), juga total momen yang ditimbulkannya saat tangki trim penuh pada satu sisi, depan saja atau belakang saja, harus dapat mengendalikan kesetimbangan statis longitudinal kapal pada kondisi yang terburuk! Kedua permasalahan diatas dapat dimodelkan dalam persamaan matematis B = G ( Buoyancy equal to Gravi ty) dan momen = zero ( Sigma momen equal to zero). (Referensi: ”Instrukziya po plowucesti I nacalinoi ostoiciwosti”, buku instruksi stabilitet kapalselam Whiskey class, Angkatan Laut Rusia, Sekolah Kapalselam, KOJENKASEL 1968).

4.12. Penerapan konsep arsitektur kapalselam modern pada midget.

Kapalselam (termasuk midget) senantiasa dibangun dengan dana dan daya yang amat tinggi. Untuk itu, agar kita dapat memetik memperoleh nilai guna / performance yang setinggi tingginya dari sejumlah besar daya dan dana yang telah kita tuangkan dalam pembungunan midget, maka dipandang perlu adanya penerapan arsitektur modern, sehingga pada giliran berikutnya nanti, akan me mungkinkan kita mendapatkan karakteristik tempur yang menguntungkan sebagai berikut:

· Midget harus mampu hadir dilaut ( permanence at sea) dalam jangka waktu yang selama mungkin. Hal ini direalisasikan dengan pemasangan tingkap / hatch dipunggung kapal, guna melaksanakan pelaksanaan repair by replacement terhadap peralatan pokok yang mempengaruhi kelangsungan operasi midget. Dengan demikian, bila terjadi suatu ke rusakan, maka down time (waktu dimana kapal, karena satu dan lain hal, dalam hal ini karena kerusakan teknis, tidak mampu beroperasi) akan dapat ditekan menjadi serendah mungkin.

· Meminimalisasi semua kelemahan yang ada pada midget, baik saat transit kedaerah operasi, maupun saat berpatroli didaerah operasi, Hal ini antara lain dilakukan dengan memperpendek waktu penampakan didekat permukaan air, dengan menggunakan diesel yang berkekuatan besar, sedemikian rupa sehingga waktu pengisian batere dapat direduksi hingga sesingkat mungkin. Sekedar sebagai perbandingan, untuk mengisi baterenya dari keadaan kosong samasekali hingga full charge, kapalselam Scorpene CM 2000 Perancis membutuhkan waktu 5 jam, kapalselam type U-209 HDW membutuhkan waktu 7,5 jam, sedangkan midget IM X-1 direncanakan untuk hanya membutuhkan waktu 3,5 jam saja!

· Meminimalisasi semua kelemahan yang ada pada midget, dalam masa lah deteksi: memperkecil kemungkinan terdeteksi, dan mempertinggi kemungkinan mendeteksi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan design yang memiliki sonar cross section yang sekecil mungkin, menggunakan sonar absorbent material pada seluruh bagian midget, menggunakan bentuk stealth sekaligus juga menggunakan radar absorbent material pada bagian atas khususnya compact hoistable mast yang mun cul diatas permukaan air guna mengurangi intensitas kemampuan pantul terhadap pancaran radar lawan, pembuangan gas bekas secara terdispersi sehungga memperbesar luas permukaan singgung dengan air laut, mempercepat pendinginan gas bekas agar tidak dapat dideteksi dengan detector infra merah.

· Mempertahankan efektifitas dan efisiensi tugas, mulai dari hari perta ma hingga hari terakhir operasi. Hal ini dilakukan dengan memberikan suatu jaminan kehidupan yang (relative) layak bagi awak kapal midget, antara lain dengan melengkapi midget dengan dapur, persediaan makanan yang sehat, air conditioner, tempat tidur yang nyaman.

· Kapal harus memiliki kemampuan untuk melakukan suatu serangan yang memastikan dan mematikan ( a decisive and deadly attack), dan dapat mem pertahankan agar tetap survive dalam keadaan yang tersulit saat diserang lawan. Hal ini dilakukan dengan memperlengkapi midget dengan senjata, sensor dan peralatan yang terbaik yang dapat kita sediakan, yang dibutuhkan untuk melakukan hal tersebut, dan mendukung pengoperasian midget de ngan suatu kegiatan R&D (Research and Development) yang terus menerus, berlanjut dan berkesinambungan, yang memfeedback-kan semua hasil ke Armada RI yang berwenang mengoperasikannya.

· Performance at sea: nilai guna setinggi mungkin yang kita harapkan didapat dengan melaksanakan design man machine combination dalam bentuk yang se-ergonomis mungkin, hingga tidak akan terlalu melelahkan awak kapal secara berlebihan. Peralatan dipilihkan yang memiliki reliability yang paling tinggi, tanpa sistem dublir (ciri khas khusus kapalselam Perancis).

4.13. Akibat lanjut dari analisa analisa diatas.

Dengan mengetahui rendahnya kebutuhan power pada motor listrik, hal ini akan dapat dijabarkan sebagai rendahnya juga penggunaan listrik dari batere, sehingga, pada giliran berikutnya, lalu akan berarti, bahwa tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pengisian batere tidak perlu terlalu besar. Hal ini lalu akan membawa dampak positif, berupa kemungkinan pengurangan power diesel, serta power generator. Pengurangan power diesel serta generator tersebut ada giliran berikutnya lalu akan berarti bertambah kecilnya ruang serta bobot yang dipakai oleh kedua pesawat tersebut. Juga, specific fuel consumptionnya akan mengecil, sehingga jumlah bahan bakar yang perlu dibawanya juga menjadi lebih sedikit. Ini lalu akan berarti penurunan volume tangki yang perlu disediakan. Dengan demikian, ruang serta kelebihan bobot tersebut lalu akan dapat disumbangkan untuk maksud lain yang lebih penting. Juga dari uraian tentang penggunaan tenaga listrik dari batere guna mensupply motor listrik seperti diatas, akan ikut menunjang kemungkinan, untuk menggunakan batere yang hanya terdiri dari satu grup batere dengan 120 sel saja!

Dari contoh contoh pembahasan diatas, terlihat, betapa pentingnya kita melakukan “Analisa banding dengan menggunakan simulasi modelling dalam mendesign midget”, agar kita tidak mengalami suatu situasi estimasi yang ex treem: over estimated atau under estimated, yang kedua-duanya membawa dampak yang merugikan dalam design, baik kerugian berupa pemborosan biaya, effort dan waktu, bahkan dalam beberapa hal, akan dapat mengundang akibat yang fatal!

Analisa semacam ini hanya dimungkinkan, bila kita menguasai “philosophy kapalselam secara holistic integralistik”, sebagai “a system as a whole”, suatu “ilmu” atau yang lebih tepatnya disebut sebagai suatu “kebijakan praktis”, yang dapat dipergunakan untuk membuat sesuatu yang kita rencanakan untuk dilakukan dilapangan menjadi lebih feasible, acceptable dan suitable, serta ekonomis (tidak memboroskan dana secara berlebihan) dan mudah dilaksanakan.. Ilmu semacam ini hanya akan dapat diperoleh dengan pembelajaran melalui proses pengalaman pengawakan langsung kapalselam berbagai macam type, dalam kurun waktu penugasan yang tentunya tidak hanya sekedar sekilas lintas.

5 . PENUTUP

5 . 1 . Membuat sendiri midget didalam negeri , apa bukan lalu “bak menggantang asap” ?

Membuat midget sendiri , didalam negeri , apakah bukan lalu seperti bak menggantang asap “ , suatu pepatah Melayu kuno yang maksudnya me ngatakan melakukan kegiatan yang sia-sia , yang hanya ada didalam angan-angan orang ( terutama penulis ) yang suka bermimpi disiang hari bolong ? Dari pembahasan terdahulu , terlihat bahwa sebenarnya potensi untuk mem buat midget tersebut telah ada tersedia pada galangan kapal nasional di Dalam Negeri kita yang tercinta ini . Masalahnya adalah , lalu siapa yang harus mengetengahkan dengan bahasa yang menyenangkan , yang dapat dite rima semua orang , bahwa kita memang benar benar membutuhkan midget tersebut dengan suatu alasan teknis , taktis maupun strategis yang sukar dibantah orang , dan meyakinkan semua pihak , bahwa untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, segala sesuatunya dapat dilaksanakan di Dalam Negeri , sehingga dengan demikian , kecuali menghemat devisa , kegiatan ini juga lalu akan dapat memacu kegiatan industri baik industri hilir maupun industri hulu yang harus menunjang proyek midget ini . Dan dengan terpacunya industri hulu dan industri hilir tersebut , para produsen tentunya juga akan lalu terbuka luas pandangannya untuk menghasilkan produk samping ikutan dari proses produksi yang dipergunakan langsung untuk menunjang produksi midget ,yang pasti akan dapat dinikmati oleh rakyat banyak bangsa Indonesia ! Yang paling utama disini mungkin adalah fakta , bahwa dihari berikutnya , pembuatan alat utama HANKAM matra Laut ini tidak akan lagi tergantung pada Luar Negeri . Hal ini pasti akan amat sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh MenHan Yuwono Sudarsono dalam rapat terbatas pengembangan industri pertahanan, tentang rencana pengadaan semua alutsista Hankam, yang harus dilaksanakan di Dalam Negeri. [Jawa Pos, Jumat 23 Desember2005, halaman 1 kolom 5]

5.2. IM X-1 : “Indonesian Midget, Experimental 1 ”, buatan putra bangsa Indonesia.

Dari keseluruhan pembahasan terdahulu, dapat disimpulkan, bahwa sebenarnya, kita mampu membuat midget sendiri diDalam Negeri. Midget, yang pembuatannya sepenuhnya dilaksanakan oleh putra/putri bangsa Indonesia ini, berdasarkan saran dari Laksamana Arief Kushariyadi, Bapak Angkat Misget Tempur, (selaku PATI Angkatan Laut Senior sekaligus mantan KSAL, yang sejak 1996 dari awal sudah mendukung konsep ini), sebaiknya diberi nama baptis “IM X-1” (Indonesian Midget, Experimental number 1 )

Data data pokok midget tersebut adalah sebagai berikut:

· Panjang: 24,0 meter (Killer Whale Bow Shape), 25 meter (Dolphin Nosed Design)

· Dia. presshull: 3,5 meter, tebal 6 s/d max 10 mm, bahan baja lokal (I.M. X.1), bahan sheamless steel (IM X-2), atau “rohrstucken rumpf” (Jerman, midget tipe “K”) / “torroidal hull” (Italia , midget tipe S-300) (I.M. X-3), bentuk: semi teardrop type ****, single hull*****.

· Dalam selam aman: 40 meter, collapse depth 80 meter.

· Draft : 2,6 meter

· Displacement: atas air 170 ton, menyelam 212 ton

· Atas air, Radius / Cepat : 1200 mil / 8 knot, max 12 knot

· Bawah air, Radius / Cepat : indescration rate * 160 mil / 4 knot, max 14 knot dalam satu jam duabelas menit (1,2 jam)

· Endurance **: 6 minggu.

· Awak kapal : 11 orang terdiri dari 7 pelaut + 4 Komando / Frogman

· Pendorongan : 2 diesel.gen X 100 KW Deutz Bharata, motor listrik 1 X 220 KW DC, Siemens PINDAD, batere satu grup tunggal 110 sel 220 volt DC Yuasa type CS 2400, bahan bakar 10 ton.

· Transfer of Power ***: Electric.

· Balingbaling dengan tiga versi: skewback propeller, twin screw coun ter rotating blade, dan single screw high efficiency, yang keseluruhan nya merupakan jenis anti cavitation screw.

· Catatan 1. indescretion rate adalah suatu jarak terjauh/waktu terlama bagi suatu kapalselam/midget dapat berlayar dibawah air tanpa melaksanakan pengisian batere.

· Catatan 2: endurance adalah ketahanan suatu kapal (secara umum) untuk melaut, dengan memberikan pada awak kapalnya suatu kehidupan yang wajar. Berlainan dengan performance, yang lebih berkaitan dengan kemampuan teknis, endurance berkaitan dengan hal hal yang lebih manusiawi: persediaan bahan makanan, air tawar,kenyamanan berlayar dll.

· Catatan 3: transfer of power adalah cara untuk meneruskan power dari prime mover kepropeller. Dengan transfer of power mechanic, putaran diesel pokok diteruskan kepropeller melalui serangkaian kopling, sebagaimana yang terjadi di kapalselam Whiskey class ex Sowyet yang kita miliki dulu.Dengan transfer of power electric, putaran diesel memutar generator, listrik yang timbul dimasukkan kebatere, baru kemudian dipergunakan untuk memutar motor listrik pokok. Putaran motor listrik pokok baru akan diteruskan kepropeller. Sistem terakhir ini dipergunakan pada kapalselam kita U-209 ex Jerman.

Masing masing sistem memilki kelebihan dan kekurangan, khususnya pada transfer of power mechanic, kerugian rendemen mekanik jauh lebih tinggi daripada kerugian pada sistem yang lain, akan tetapi memiliki keuntungan lain, dalam segi volume yang dibutuhkan, sistem ini lebih unggul, sebab generator (PG 101) untuk pengisian batere, pada saat kapal menyelam, dapat dipergunakan sebagai motor listrik pokok! Sistem poros menjadi agak lebih rumit.

· Catatan 4: Midget IM X-1 akan menggunakan bentuk badan luar yang “semi teardrop type”, agar dapat memanfaatkan “paradox hidrodina mik”, dimana tenaga yang dibutuhkan untuk menyibakkan air dihaluan suatu benda yang stream line simetris, yang bergerak didalam air pada kedalaman tertentu, akan timbul kembali dan merupakan tenaga pendorong diburitan, saat sibakan air kembali menyatu. [ Mohon disimak ulang” Mengapa teardrop type submarine dapat berlayar lebih cepat dibawah air pada saat menyelam”, Ghora Wira Madya Jala, majalah resmi Armada R.I. terbitan sekitar tahun 1982.]

· Catatan 5: Kapalselam, dalam hal design, memiliki dua konsep, single hull, atau double hull.(Periksa gambar contoh kapalselam pada folder design). Whiskey class misalnya, adalah kapal dengan design double hull. Sedangkan U-209 / dhi CKA/401, menggunakan design single hull. Diantara keduanya, terdapat design “sadle tank”.

Sedangkan sensor tempur, elektronika serta persenjataannya, aktif maupun pasif (diusahakan keseluruhannya dapat dibuat dengan design nasional di Dalam Negeri) adalah sebagai berikut: (gambar khusus “B” weapon configuration)

· Persenjataan : 4 tabung torpedo buatan PT.PAL Indonesia (MAK 53,3 cm) dengan torpedo SUT (IPTN/PT.DI), atau ET 40 dan SAET 80.

· decoy: Bold, Pillenwerfer Acoustic Countermeasure DBE Ferranti, atau konfigurasi lain: 2 torpedo dan 4 ranjau TSM 5310 (ofensive) / TSM 3530 (defensive) dari Thomson Sintra, Perancis. (gambar khusus “K” alat Bantu operasi Bold, Pillenwerfer, torpedo decoy)

  • Senjata alternative, 2 SDV (Swimmer Delivery Vehicle) berawak tunggal, dengan bahan peledak seberat 400 kg, tipe limpet mine.

, dan/atau satu Chariot berawak ganda.

· Sonar: LEN Indonesia (DUUX, Perancis atau STN KAE DBQS-40,

FAS-3 Flank, TAS-3 Clip, STN Atlas MoA 3070, Jerman)

· Radar: LEN Indonesia (Calypso 3, radar pasif / ESM: Dahlia 2000, DASA FL 1800U intercept)

· Kendali senjata: LEN Indonesia (Kongsberg, Swedia, atau Singer

Librascope, Inggris)

· Komunikasi: LEN Indonesia (Collins RX/TX)

· Girokompas & Auto pilot: Anschutz S-4

· Steeringstand & Depth Automatic: LEN Indonesia (Salzgitter

Elektronik, Tuschka)

· Echolood:LEN Indonesia (Allied Signal, ELAC Nautic VE 95)

Echosounder DBQN-11 + SVT & CTD sonde)

· Speedlog: LEN Indonesia (SAL log S-5)

· Periskop: Barr & Strout / Inggris, atau Zeiss, AS-40 / Jerman plus

ECM, atau buatan sendiri (LIN)

· Hoistable mast: combined mast ECCM, radar, optronic, IR dari IKL, Jerman, atau design nasional dengan single compact fixed mast.

5.3. Pembuatan midget di Dalam Negeri: entangible benevit dalam strategi teknologi dan taktik kesenjataan dalam jangka panjang.

Kecuali keuntungan keuntungan yang telah tersebutkan pada titik bahasan sebelumnya, pembuatan midget diDalam Negeri akan memberikan suatu keuntu ngan strategi teknologi serta taktik berjangka panjang. Saat ini, dimana kita senantiasa kebingungan, beralih dari satu Negara penjual senjata kenegara lain, yang terjadi karena perobahan situasi politik global, dan disamping itu juga disebabkan karena industri didalam negeri belum mampu menunjang kebutuhan alat utama system senjata ABRI, maka akibat yang timbul adalah, kemajuan yang telah kita capai dalam penguasaan atas kesenjataan tertentu, baik bagi awak senjata maupun awak pendukungnya, lalu akan naik turun, menjadi seperti kurva gigi gergaji (sawtooth curve)!

Saat ditahun 1956 kita mulai menggunakan kapalselam Whiskey class, maka kita mulai belajar dalam segala hal tentang kapalselam tersebut, baik dari sisi pengoperasian maupun sisi maintenancenya. Bahkan, di Whiskey class, sebenarnya, kita telah memiliki teknologi sensor, khususnya radar, yang cukup tinggi, terdiri dari radar surveillance (Flag), radar pasif/ECM (Nakad) dan radar anti radar / radar jammer (Anker), yang dikenal dengan NATO code name “Stop light”. (‘’ ECCM dimasa kini , sebagai pelanting ditangan David sikecil , dida lam peperangan melawan Goliath sang Raksasa ‘’ Dharma Wiratama edisi DW No.93 /19 97). Radar radar tipe ini masih dipergunakan pada kapalselam modern Sowyet ( dikenal sebagai “Rim Hat” di Typhoon/Akula class, 1989) hingga saat ini! (gambar khusus “R” ECCM Anker dan Nakad). Tidak lupa, disaat itu kita juga telah melaksanakan semacam R&D, untuk senantiasa meningkatkan performance kapal.

Akan tetapi, kemudian, kesemuanya itu lalu menjadi seolah tidak berguna, ketika kemudian kita berpindah teknologi kekapalselam type U-209 buatan HDW Jerman ditahun 1980! Baik teknologi maupun taktik, kesemuanya harus dimulai dari nol lagi! Sebagai contoh, jenis radar yang dimiliki oleh U-209 pun hanya terdiri dari radar Surveillance, Thomson Calypso III dan radar pasif Dahlia 2000, tidak lebih! Kapalselam baru kita justru tidak memiliki radar anti radar / radar jammer, yang pernah dimiliki Whiskey class! Weapon control system SINBADS dari HSA pun, kalau boleh dikatakan, sebenarnya hanya merupakan suatu digitali -sasi dari bilik hitung penembakan torpedo kuno dari tipe TAS-L 2 yang telah dipakai di Whiskey class, yang saat itupun sudah dapat dipergunakan, baik untuk menembakkan torpedo straight run steam gas ET-80 maupun torpedo elektrik SAET 40 (pengembangan dari torpedo Jerman saat Perang Dunia ke II: LUT, lage unabhangiger torpedo) yang memiliki kepala pelacak sonar pasif, juga walau saat itu, TAS-L 2 masih menggunakan proses analog, melalui jentera roda giginya!

Satu-satunya yang dapat kita manfaatkan adalah hanya tinggal tradisi selaku awak kapalselam, yang mendapat acungan jempol dan tepuk tangan yang amat meriah dari para instruktur ULG II (U-boot Lehrgruppe zwei / Sekolah Kapal se- lam Angkatan Laut Jerman di Neustaadt): saat kita diuji menyelam cepat waktu pengisian batere di atas permukaan, dalam simulator kapalselam. Dari hasil pelatihan yang tidak sampai tiga minggu, kita berhasil melakukan menyelam dan well trimm pada kedalaman seratus meter dalam tempo delapan belas detik, jauh lebih baik dari calon awak kapalselam Jerman yang telah dilatih selama tiga bulan!

(Catatan: event ini secara kebetulan disaksikan oleh Laksamana Muchtar, KAYEKDAKAP, yang saat itu 1980, sedang berkunjung ke Neustaadt). Dari event tersebut, maka para awak kapalselam pertama (CKA/401) dan kedua (NGL/402) secara resmi diijinkan memakai brevet kapalselam Jerman didada kanan, karena dipandang setingkat dengan awak Jerman!

Dengan pembuatan midget dilaksanakan di Dalam Negeri, maka segala sesuatunya pasti akan terrekam disini, secara berlanjut serta berkesinambu ngan, baik itu tentang teknologi, R&D, taktik pengoperasian, pemeliharaan dan perba ikan, serta juga penyempurnaan. Penguasaan mengenai hal yang disebutkan terda hulu akan naik dan terus naik, sebagai suatu kurva garis lurus miring berderajat satu, dengan suatu nilai tangensial yang konstan! Lebih lagi bila kita mampu mengaitkan keistimewaan performance midget dengan situasi geografis serta karakteristik air laut (submarine chart: kedalaman air, temperature, berat jenis air, conduktivitas, yang kesemuanya amat berpengaruh pada propagasi sonar) di Tanah Air kita. (Mohon disimak: ‘’ Aplikasi penguasaan karakteristik propagasi sonar diperairan daerah tropis pada pengoperasian kapalselam ‘’ Jalesveva Jayamahe edisi XVIII Desember 1993, juga dalam” Perilaku akustik ganggang Microcyste sampai ke Sonar Absorbent Material”, majalah TSM (Teknolog dan Strategi Militer) edisi no.67-68 tahun 1993). (gambar khusus “P” SAM, Sonar Absorbent Material).

5.4. Nilai deterrent yang dapat diharapkan dari kehadiran midget dilaut perairan dalam Indonesia.

Bila kita telah mencapai hal hal tersebut, dapat dipastikan, bahwa Armada ke Tujuh Amerikapun, tidak akan sampai sepuluh tahun mendatang, juga walaupun mereka lewat dalam bentuk Carrier Battle Group, dengan main bodynya berupa deretan kapal induknya yang biasanya amat angkuh, akan bersikap jauh lebih sopan saat harus lewat perairan kita. Mereka tidak akan berani lagi bersikap pongah, seperti saat mereka lewat diperairan Bawean beberapa tahun yang lalu, dan melanggar aturan “innocent passage” dengan menerbangkan pesawat F/A-18 Hornet, karena kini, mereka menyadari betul tentang adanya penjaga penjaga yang tidak kasat mata, dan juga tidak dapat dipandang enteng, yang mengamati mereka dari bawah laut, dan siap memberikan “pelajaran” kalau mereka melanggar aturan yang harus ditaati saat melakukan innocent passage!

Bahkan kapalselam atom merekapun, saat transfer karena harus melakukan tour of duty, berpindah tugas dari Armada ke VI Atlantik ke Armada ke VII Pasi fik, atau sebaliknya, dengan melalui Selat Bali, maupun Selat Lombok, mereka tidak akan berani lagi melakukan innocent passage dengan menyelam, seperti yang saat ini dengan leluasa mereka lakukan, karena mereka tahu, bahwa hal tersebut bertentangan dengan Hukum Laut Internasional, dan meraka sadar, bahwa dimana mana akan ada midget Angkatan Laut Republik Indonesia yang dapat mengamati mereka, dan siap menerkam mereka dari kedalaman pada jarak point blank range, tanpa mereka dapat mengamati balik!

5.5. Memiliki midget: siap tempur, juga dalam waktu damai sekalipun! Sekaligus merupakan penentu dalam naval ballance.

Diatas, pada sisi Inprojasmar, kita telah membahas secara panjang dan lebar, apa midget, serta dan bagaimana membangun midget, dengan memanfaatkan semaksimal mungkin segala daya yang ada di Dalam Negeri. Local contentnya pun diharapkan akan mencapai sekitar 80%. Dengan demikian, maka rasanya kita telah memulai merintis kebijaksanaan ekonomi penghematan dana pengadaan alutsista yang dicanangkan oleh MenHan DR. Yuwono Sudarsono dalam rapat terbatas pengembangan industri pertahanan di Istana Wapres Kamis 22 Desember 2005 yang baru saja berlalu, yang intinya menekankan, bahwa mulai tahun depan, pengadaan alutsista (Alat Utama Sistem Senjata) Hankam akan dilakukan di Dalam Negeri! [Referensi: Jawa Pos, halaman 1 kolom 5, Jumat 23 Desember 2005]

Pada sisi yang lain, sisi pertahanan, dengan memiliki midget, maka berarti kita akan dapat mengejawantahkan kata bijak Yunani, “Civic Pacem Parabelum”, siapa yang tidak suka berperang , bersiaplah untuk berperang! Angkatan Laut kita akan senantiasa siap tempur, kapanpun dan dimanapun. Dengan demikian, akan dapat dijamin, bahwa peristiwa peristiwa Sipadan, Ligitan dan terlebih lagi Ambalat, tidak akan terulang lagi! Hal ini pada sisi calon lawan, akan membuat mereka menjadi keder, dan lalu harus berpikir lebih banyak kali sebelum memprovokasi Angkatan Laut Indonesia untuk berperang. Sedangkan pada sisi yang lain,. pada sisi teman, terjadi hal yang sebaliknya, hal ini akan membuat para Perwira dilingkungan Angkatan Laut, bahkan yang telah purnatugas pun, akan ikut merasa amat bangga!

Mengapa demikian? Laksamana Stanley M.Turner misalnya, empat puluhdua tahun yang lalu, dalam tulisannya di U.S. Naval Proceeding, terbitan sekitar tahun 1964, pernah mengatakan, bahwa “a naval ballance, (is) not just a game of number”. Untuk menghadapi Angkatan Laut lawan yang memiliki Skwadron Destroyer, kita tidak harus mempersiapkan diri dengan membentuk Skwadron Destroyer juga, melainkan, kita justru harus membentuk skwadron kapal lain, yang penting, harus memiliki daya yang akan dapat menetralisir kemam puan Desytroyer lawan tersebut. Dengan midget, yang dipersenjatai dengan torpe do SUT / Seeschlange 4, kiranya semua orang tahu, bahwa tidak akan ada kapal perang lawan yang tidak dapat dilumpuhkannya!

5.6. Membangun Midget: suatu usaha untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensif dalam proses pembangunan alutsista Hankam, sekaligus dengan multiplying effect yang mengarah keprosperity!

TNI Angk Laut , sebagai suatu kekuatan yang akan menggunakan midget , rasanya mempunyai arah kebijaksanaan yang jelas dalam hal dana : gambaran tentang betapa inginnya Pimpinan TNI Angkatan Laut (saat itu Laksamana Arief Kushariyadi) untuk memperoleh empat ( mungkin akan jadi lima ) KS type U –206 /450 ton yang ‘’second hand ‘’ dari Angk Laut Jerman ( dan menolak menerima satu KS baru dari type Scorpen klas 1600 ton yang dibuat di galangan kapal Perancis , yang harganya dalam keadaan kosong saja telah mencapai sekitar US $ 400 .000.000.-) , adalah untuk menekan biaya serendah mungkin , akan tetapi memperoleh wahana perang yang mumpuni dalam jumlah yang seba nyak mungkin , agar dapat digelar dikawasan yang menjadi daerah tanggung ja wab Angkatan Laut seluas mungkin . Hal ini merupakan gambaran tentang betapa besarnya rasa kepedulian Pimpinan TNI. Angkatan Laut untuk memperjuangkan, agar kita memiliki suatu senjata strategis yang memiliki nilai deterrent yang tinggi, tetapi, tanpa harus merogoh kocek Negara terlalu dalam! Pimpinan Angkat an Laut (saat itu), benar benar menerapkan “ambeg parama artha”, dan samasekali bukanlah type orang yang pandai “ agawe kricikan dadi grojogan”! (Jawa, pase mon bagi orang yang bukannya menambal suatu kebocoran yang telah terjadi, akan tetapi, malahan memperbesar kebocoran tersebut untuk interestnya sendiri. Maaf).

Rasanya akan amat keliru kalau kita lalu menterjemahkan kebijaksanaan ini diluar dari prinsip dasar ini : pengadaan wahana perang haruslah dengan dana yang seefisien mungkin , tetapi diusahakan untuk mencapai suatu hasil yang se efektif mungkin, bahkan sedapat mungkin, memiliki suatu multiplying effect yang memiliki approach kearah prosperity . Midget , sebagai mana telah kita coba bahas dengan panjang lebar sebagaimana diketengahkan dalam tulisan ini , rasanya akan amat memenuhi persyaratan tersebut : wahana perang dengan harga yang seefisien mungkin , karena dapat dibuat didalam negeri di galangan kapal na sional , ( yang kemampuannya ratarata sudah cukup memadai untuk mampu mem buat midget , sehingga tidak ada lagi alasan untuk mengembangkan investasi lagi dengan mark up semaximal mungkin ), tetapi kemampuan tempurnya rasanya sudah tidak perlu lagi untuk dipertanyakan. Peningkatan kemampuan Galangan Kapal yang diperoleh dari proses pembelajaran pembuatan midget, baik dalam bidang teknologi, maupun managemen (efisiensi serta efektivitas kerja), tentunya pada giliran berikutnya lalu akan dapat dengan mudah dialirkan untuk menunjang kegiatan pembangunan wahana maritim umum.

5.7. Membangun Midget: bak sekali merangkuh dayung , dua tiga pulau terlampaui. “The Navy leads the way”: teknologi pressure hullnya dapat langsung diadopt untuk membangun ROD2V.

Kebijaksanaan Pimpinan TNI Angkatan Laut tersebut (saat itu, Laksamana Arief Kusharijadi) tentunya juga amat searah dengan situasi ekonomi dinegara kita , dana yang tersedia senantiasa terbatas dan selalu dipertanyakan berulang kali tingkat urgensinya ,sehingga tentunya kita harus sebijaksana mungkin mengelolanya .Bila saja midget bisa dibuat didalam negeri , kecuali biayanya murah, kegiatan ini tentunya lalu akan dapat meningkatkan potensi INPROJAS MAR (Industri Produksi Jasa Maritim), baik industri hulu maupun industri hilir nya, antara lain untuk membangun sistem pemantauan ikan dilaut, baik jenis, jum lah maupun tempatnya, melalui remote sensing via satelite, dan teknologi penang kapan ikan lainnya yang akan dapat lebih menguntungkan para nelayan anak bangsa. Intinya, diharapkan, bahwa dalam semua kiprah yang berkaitan dengan teknologi kelautan, lebih lebih lagi yang berkaitan dengan design kapalselam, TNI Angkatan Laut haruslah senantiasa berada dibaris terdepan, the Navy leads the way! Semboyan ini diharapkan akan merupakan semacam tafsir dari semboyan Angkatan Laut “Jalesveva Jayamahe”, justru dilaut kita jaya, dalam bidang khusus kemajuan teknologi Maritim!

Teknologi ini tentunya kemudian bisa disalurkan untuk melengkapi dan me nunjang pembuatan wahana maritime lainnya, antara lain kapal dengan persyarat an yang tidak terlalu tinggi , misalnya , pembuatan kapal ikan yang masih amat ba nyak kita butuhkan guna menyaingi kapal ikan nelayan asing yang ratarata jauh lebih cepat dan cara penangkapannya lebih modern dari pada kapal ikan nelayan kita ! Dan , yang inipun , tentunya harus dengan memenuhi persyaratan, bahwa harganya harus yang lebih murah , jangan lalu jadi lebih mahal dari kapal ikan buatan Luar Negeri , juga walaupun alasannya demi kemajuan teknologi.

Bahkan, tentunya, teknologi pembuatan suatu pressure hull yang tahan tekanan kedalaman selam yang tinggi, yang akan kita peroleh bila kita mem bangun sendiri midget diDalam Negeri, tentunya lalu akan dapat dengan mudah diadopt oleh Departemen Kelautan dan Departemen Pertambangan, guna membuat ROD2V (Remotely Operated Deep Diving Vehicle), suatu wahana yang dibutuh kan untuk melaksanakan research bawah laut didaerah Continental Rise, guna me nentukan kelayakan penambangan mineral dibawah laut. Dengan demi kian, maka kita akan dapat melaksanakan penghematan dalam research pressure hull ini, kare na lalu tidak harus masing masing Departemen melakukan research dasarnya sendi ri sendiri, dan kesemuanya mulai dari awal!.Tentu saja, dalam hal ini, kesemuanya haruslah berada dalam kendali Menristek dengan BPPT nya! Kalau sudah begini , apalagi sebutannya , kalau bukan seperti kata pepatah Melayu : sekali merangkuh da yung , dua tiga pulau terlampaui ! Semoga !

“TABAH SAMPAI AKHIR”

“JALESVEVA JAYAMAHE”

Dasar penulisan:

SPRIN KASAL No.SPRIN/492/VI/1996 tanggal 5 Juni 1996, penugasan ke Pakistan Navy untuk melaksanakan studi banding, dengan tugas khusus (berdasarkan perintah lisan dari KSAL) bagi urut no.2 mengumpulkan infor masi sebanyak mungkin tentang kapalselam dan midget.

Lawang, 06 Juli 2011

DESIGNER MIDGET IM X-1:

Kolonel Ir.R.Dradjat Budiyanto, MBA (AAL XIII), HP: 0852.3036.6088,

a. Teluk Tomini 26 SURABAYA 60165, telp (031)329.1806, fax: (031) 328 3681

b. “TAMAN LOTUS”, Dk.Tegalrejo, Ds. Ketindan, LAWANG 65214, telp/ fax (0341)429.520

REFERENSI DAN SUMBER GAMBAR:

1. Harald Fock-“Marine Klein Kampfmittel”-Nikol Verlags ver- trettungen GmbH, Hamburg.

2. Hans Mehl, Knut Schaefer-“ Die Andere Deutsche Marine”-Trans press Verlagsges, Berlin.

3. Ulrich Gabler -“ U-Boot Konstruktion”-Bernard & Graefe Ver lag, Koblenz

4. David Miller, John Jordan -“ Moderne Unterseeboote” – Motor buch Verlag, Stuttgart

5. Jane’s Fighting Ship 2001-2002, 2002-2004.

6. Jane’s Naval Weapon System, Issue thirty four

7. Bernd Loose, Bernd Oesterle, “ Das Grossse Buch der Kriegs schiffe”, Transpres

8. Gino Galuppini, “ Enzyclopaedie der Kriegsschiffe”, Weltbild Verlag GmbH, Augsburg 1995.

9. Hannes Ewerth, Peter Newmann “Silent Service”, the German

designned Submarine Family, , HDW 1995

10. Melvin B. Kline, professor, USNA Annapolis, ceramah “System Engineering” di SESKOAL, 1984

11. NEXUS Information Technology, “Undersea Defence Conference”, Conference Proceedings 1997, (dari Kolonel Suleman Banjar Na hong).

12. William S. Burdic, “ Underwater Acoustic System Analysis”, Prentice Hall Signal Processing Series, Prentice Hall Inc.

13. Operation Analysis Study Group, United States Naval Academy,

“Naval Operation Analysis”, Naval Institute Press, Annapolis,

Maryland.

14. Dradjat Budiyanto,” Mengapa teardrop type submarine dapat berlayar dibawah air, lebih cepat dari saat berlayar diatas air”, majalah resmi Armada R.I “Ghora Wira Madya Jala, 1969

15. Dradjat Budiyanto, ” Pengoperasian kapalselam type U-209 dalam menunjang tugas pokok HANKAMNAS dilaut”, TASKAP PASIS DIKREG X SESKOAL T.A. 1983-1984.

16. Dradjat Budiyanto, “Perilaku akustik ganggang Microcyste sampai ke Sonar Absorbent Material”, majalah TSM (Teknolog dan Strategi Militer) edisi no.67-68 tahun 1993).

17. Dradjat Budiyanto, ‘’ Aplikasi penguasaan karakteristik propagasi sonar diperairan daerah tropis pada pengoperasian kapal selam ‘’ Majalah resmi Dislitbangal “Jalesveva Jayamahe” edisi XVIII Desember 1993

18. Dradjat Budiyanto,‘’ Sistem Permesinan Kapal Selam ‘’ , kum pulan ceramah ilmiah dalam rangka Dies Natalis VII Universitas Hang Tuah Surabaya 1994.

19. Dradjat Budiyanto,‘’ ECCM dimasa kini , sebagai pelanting di tangan David sikecil , didalam peperangan melawan Goliath sang Raksasa ‘’ Majalah resmi SESKOAL “Dharma Wiratama” edisi DW No.93 /1997

20. Dradjat Budiyanto,“Mencoba mengenal Midget / Baby Submarine” Majalah resmi DISLITBANGAL “Jalesveva Jayamahe” edisi 32, Desember 2003.

“DAFTAR LAMPIRAN dalam penulisan MIDGET IM X-1”

1. Midget IM X-1, side view, “Dolphin Nosed Design” ……….1 lembar

2. Midget IM X-1, side view, “Killer Whale Bow Shape”…..…1 lembar

3. Midget IM X-1, tembus pandang “even sharks envy her”!..... 1 lembar

4. Midget IM X-1, gambar rencana“Weapon configuration”….. 1 lembar

5. Recommendation letter dari HDW........................................... 2 lembar

6. Recommendation letter dari Ferrostaal AG................................1 lembar

7. Giat A: Proses perhitungan dasar teoritis Midget……………..1 lembar

8. Giat B: Proses uji coba gambar design dan mock up Midget....1 lembar

9. Giat C: Pengujian dengan model proporsionil dan perhitungan persamaan B = G serta M = 0……..………………………..……..1 lembar

10. Giat D: Proses pembangunan fisik midget diatas slipway……3 lembar

11.Giat E: Sinergi TNI.AL-GALKAPNAS ……………………...1 lembar

12. Giat H: Rencana penggunaan anggaran awal projek midget.....3 lembar

13. ANGS Decision Model, Navy Military Standard 1390............1 lembar

14. Dynamic Control of System Behaviour....................................1 lembar

15. Data Banding antara Midget Dunia…………………………...2 lembar

16. Tabel Persenjataan, sensor tempur, elektronika navigasi, komunikasi dan kendali senjata di Midget IM X-1………………………….……...2 lembar

17. Barchart program kerja pembangunan Midget IM X-1…...…..4 lembar

19. Curriculum Vitae......................................................................11 lembar

20. Daftar Karya Tulis………………………………………….….3 lembar

21. Konsep bagan organisasi DKSN………………………………1 lembar

___________________________________________________________

Total lembar lampiran……………….…41 (empat puluh satu) lembar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar